Selasa, 31 Januari 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
31 Janunari 2017

Berita harian Kompas hari ini memberitakan bahwa Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir telah menandatangani Peraturan Menristek dan Dikti No. 20 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Pasal 8 peraturan itu menyatakan, untuk bisa memperoleh tunjangan kehormatan, seorang professor di perguruan tinggi harus memenuhi satu di antara sejumlah syarat. Syarat itu antara lain menghasilkan paling sedikit tiga karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional dalam kurun waktu tiga tahun. Persyaratan lainnya adalah menghasilkan paling sedikit satu karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional dalam kurun tiga tahun. Dengan adanya peraturan itu berarti Guru besar diwajibkan untuk menghasilkan publikasi ilmiah di jurnal international dalam kurun waktu tiga tahun. Adanya peraturan yang mewajibkan berarti patut diduga bahwa ada professor yang tidak lagi menghasilkan publikasi ilmiah.
Seseorang mendapat gelar Guru besar atau Profesor berkat karya-karya ilmiah yang telah dipublikasikan. artinya gelar professor adalah “akibat” dari kebiasaan menghasilkan publikasi ilmiah karena usaha untuk mendalami bidang ilmunya. Bagi seorang professor menghasilkan publikasi karya ilmiah adalah “habitus”, maka menjadi aneh bila muncul peraturan yang mewajibkan yang mewajibkan professor menghasilkan publikasi karya ilmiah. Kalau benar dibalik peraturan itu banyak professor yang mulai “mandeg” tidak lagi menghasilkan publikasi karya ilmiah maka sirene tanda bahaya bagi dunia pendidikan. Tentu ada banyak alasan mengapa tidak menghasilkan publikasi karya ilmiah baik alasan yang masuk akal maupun tidak.
Kesan yang muncul kok professor diperlakukan atau berkelakuan seperti pelajar sekolah dasar yang diwajibkan belajar atau membaca buku, kalau tidak belajar atau tidak membaca buku uang jajannya dikurangi.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar