Kamis, 25 Mei 2017


Renovasi atap Gua Maria telah selesai dilaksanakan, ... sekarang sedang dilakukan pemeliharaan patung diorama Taman Doa.. atas nama Romo Paroki dan pengurus Taman Doa Bunda Kristus Tebar Kamulyan Paroki Subang, kami  mengucapkan terima kasih kepada donatur yg telah menyumbang dan semua pihak yang telah membantu   hingga kegiatan renovasi ini bisa dilaksanakan, semoga budi baik dan partisipasi  bapak/ibu akan mendapatkan Rahmat yang berlimpah dari Tuhan..
.

Jumat, 19 Mei 2017


Romo Paroki, Pengurus DPP dan Segenap Umat Paroki Kristus Sang Penabur Subang mengucapkan "Bela Sungkawa" atas meninggalnya Bpk. Erick Rudy Susanto (Kikim).
Pada Hari Jum'at 19 Mei 2017 pukul 06.00 di Bandung. Jenazah akan disemayamkan di rumah Ibu Subasli ; Jl. Pasar Lama Subang. Semoga Arwah Bpk. Kikim diberikan kemudahan menuju Rumah Bapa di Surga dan beroleh kebahagiaan kekal bersama para kudus di surga
Pemakaman akan dilaksanakan hari Minggu 21 Mei 2017 pukul 10.00. Malam ini akan diadakan Doa Arwah pukul 19.00 .


Kamis, 18 Mei 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
18 Mei 2017

Beberapa waktu yang lalu beredar berita seorang anak perempuan menggugat ibu kandungnya yang sudah sepuh ke pengadilan, berkaitan dengan masalah utang piutang. Ibu dituduh tidak mau mengembalikan uang yang dipinjamnya. Sementara menurut sang ibu, ia diminta menandatangani berkas piutang untuk menyelamatkan rumah tangga putrinya yang sekarang menggugat. Peristiwa yang menyedihkan dan mengusik nurani banyak orang baik. membesarkan dan memberi kehidupan dengan cinta, sekarang menggugat ke pengadilan dengan akibat ibu dipenjara. Gak masuk dinalar, tapi terjadi. Belum lagi peristiwa ini selesai muncul berita seorang bapak digugat oleh anak angkatnya berkaitan dengan tanah warisan. Bapak yang menyayangi anaknya akan mewariskan tanah dan rumah untuk putra angkatnya, maka bapak mengusahakan agar sertifikat atas nama putra angkatnya. Ketika seluruh proses selesai, bapak digugat dengan tuduhan menggelapkan dan menyerobot. Dimana nalar putra angkat itu? Sudah sedemikian parahkan virus materialisme, dan virus kelobaan telah mempengaruhi banyak manusia? Betapa sedih dan berapa banyak air mata yang tertumpah dari para orang tua yang harus berhadapan dengan putra atau putri tercinta di meja hijau. Kiranya peristiwa ini juga membuat banyak orang tua yang sedih dan menangis.
Para bapa dan ibu bangsa negeri ini kiranya juga sedang meratap dan menangis menyaksikan ulah sejumlah putra bangsa akhir-akhir ini. Negeri yang dibangun dengan darah dan nyawa agar tegak berdiri; negeri yang dibangun dengan penuh cinta dan pengabdian agar mengayomi seluruh putra bangsa, negeri yang dibangun dengan semangat persaudaraan dan kesatuan hati agar segala perbedaan menampakan kekayaan dan memperkaya putra bangsa telah dikoyak oleh sekelompok putra bangsa. Bukan hanya dikoyak bangunan dan tatanan negeri yang diperjuangkan oleh para bapa dan ibu bangsa negeri akan dirombak, akan diganti dan bahkan dasar pondasi tegaknya negeri ini akan dihilangkan. Sekelompok putra bangsa ini ingin membenturkan diri dengan sesama putra bangsa dan bahkan sekolompok putra bangsa ini merasa yang berhak atas negeri ini. Mereka bukan yang terbanyak, bukan pula yang terbesar apalagi yang terkuat. Mereka nampak banyak, besar dan kuat karena mereka yang berteriak terus menerus dan diberi panggung. Akibatnya mereka merasa kuat dan mau menduduki dan menguasai negeri ini. Mereka tidak lupa, tidak tahu atau bahkan membutakan diri dari sejarah negeri ini. Mereka mengabaikan bapa dan ibu bangsa negeri ini. Para bapa dan ibu bangsa meratap dan menangis pilu melihat kelakukan sekelompok putra-putri bangsa ini.
Keserakahan, dan keakuan telah merusak banyak putra bangsa, yang pada ujungnya merobek tatanan negeri ini. Amat menyedihkan. Namun demikian masih banyak putra-putri bangsa negeri ini yang belum terkena virus keserakahan dan keakuan tetapi masih diam. Saatnya sekarang bangun dan bergerak untuk menyelamatkan masyarakat dan bangsa ini dari virus-virus yang sudah, sedang dan akan merusak masyarakat dan tatanan bangsa ini. Jangan biarkan ibu pertiwi menangis dan meratap.

Iwan Roes
Renungan oleh : Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
13 Mei 2017

Dalam sebuah perjumpaan dengan seorang bapak, bapak itu bercerita bagaimana keluarga mereka menyelesaikan konflik. Ia menceritakan salah satu pengalaman bagaimana keluarga itu menyelesaian konflik dengan putri remajanya. Hari itu, putrinya pergi ke luar kota yang berjarak kurang lebih 2 jam perjalan dari kota tempat keluarga itu tinggal. Putri itu pergi dengan beberapa teman sekolahnya untuk suatu tugas sekolah diantar oleh sopir keluarga itu. Acara sekolah itu berlangsung dari pagi hingga jam 18.00. Kira-kira jam 19.00 putri itu menghubungi mamanya melalui telp, memberi tahu bahwa dia dan teman-temannya tidak langsung pulang tetapi akan nonton film lebih dahulu. Mamanya bertanya mau nonton jam berapa? Putrinya menjawab bahwa akan nonton jam 19.30. Mamanya keberatan karena sampai rumah akan terlalu malam kasihan bapak sopir. Putri itu ngotot bahwa mereka sudah dalam perjalanan menuju tempat nonton, mamanya dengan halus namun tegas meminta putrinya untuk langsung pulang. Putrinya dengan kecewa menuruti apa yang dikatakan mamanya.
Malam hari setelah sampai di rumah, setelah putri itu mandi dan istirahat, bapak itu mengajak putrinya dan mamanya untuk bicara bersama. Bapaknya memulai dengan meminta maaf karena telah mengecewakan putrinya, dan membuat putrinya marah. Bapak itu menjelasakan kenapa mamanya meminta segera pulang dan tidak mengijinkan putrinya nontn. Bapak menjelaskan bahwa sebenarnya orang tua setuju dan tidak keberatan putrinya dan teman-temannya nonton akan tetapi pada hari itu, istri pak sopir sedang sakit. Bapak menjelaskan kalau dirinya menjadi sopir dan istrinya sedang sakit, tidak ingin pergi jauh dan lama karena ingin menemani dan menjaga istrinya. Namun karena perintah majikan dia mau tidak mau harus pergi. Maka keputusan melarang nonton adalah bentuk empati kepada p. Sopir. Dari dialog ini putrinya mengerti dan tidak menjadi marah. Konflik dapat diselesaikan dengan damai penuh kasih dan ada pelajaran bagi putri terkasih untuk tidak memikirkan kepentingan sendiri tetapi ada empati pada orang lain meski dia adalah bawahanku.
Ada banyak konflik yang terjadi di sekitar kita. Penyebab konflik karena tidak ada pemahaman yang benar akan sebuah persoalan dan juga tidak ada sikap untuk duduk bersama. Duduk bersama berarti menempatkan diri sebagai yang sejajar, ada sikap hormat satu dengan yang lain, tidak mencari menang sendiri dan memaksakan pendapat. Dengan cara demikian banyak persoalan dapat diselesaikan dengan damai dan penuh kasih.
Persoalan dan konflik di negeri ini semakin meruncing karena ada pihak-pihak atau golongan-golongan tertentu yang merasa lebih kuat dan memanfaatkan kekuatan untuk memaksakan kehendak. Sikap yang merusak persaudaraan dan bahkan merusak peradaban manusia, karena cinta adalah tanda keadaban manusia.

Iwan Roes

Kamis, 11 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setisean BS.
Catatan di Penghujung Hari
10 Mei 2017

Saat makan siang, setelah mendengar Hakim memutuskan Ahok dihukum 2 tahun penjara, seorang teman bertanya: ”Saat seperti ini Tuhan ada dimana? Apa sih kehendak Tuhan dengan peristiwa ini? Kenapa orang yang baik, berjuang untuk masyarakat harus dizolimi dan mengalami ketidakadilan? Saat Majelis Hakim memutuskan bukankah mereka mengatasnamakan Allah?” Pertanyaan yang menohok dan sulit untuk dijawab. Saya balik bertanya: Bukankah ini masalah hukum yang dibawa pada ranah politik? Kenapa mesti dipertanyakan secara teologis? “Banyak orang menangis dan bersedih saat mendengar keputusan itu, apakah mereka orang yang mengerti hukum dan politik? Bukankah mereka orang biasa yang mempertanyakan keadilan dan cinta? Bukankah mereka masuk dalam pengalaman akan Allah yang berarti masalah teologis?” : Sahut teman itu.
            Pertanyaan teman itu adalah pertanyaan existensial manusia ketika kemampuan manusiawi tidak lagi bisa menjawab persoalan yang dihadapi. Akan tetapi mungkin juga pertanyaan itu adalah bentuk kekesalan atas situasi negeri ini yang memenangkan sekelompok orang yang menggunakan kekuatan massa untuk menekan penguasa negeri ini sehingga menuruti kemauan mereka. Berhadapan dengan peristiwa putusan pengadilan banyak orang mempertanyakan dimana keadilan berada. Ketika pengadilan jauh dari rasa keadilan maka yang hilang adalah hati nurani. Maka orang yang menangis dan sedih adalah orang-orang yang merasakan hilangnya hati nurani. Mereka merasakan hati nurani mereka terkoyak oleh perilaku orang-orang yang kehilangan rasa dan hati nuraninya. Mereka yang kehilangan hati nurani hanya akan mengandalkan nalar saja, itupun sudah tidak jernih lagi. Ambisi dan perasaan sesaat lebih menguasi dirinya sehingga mereka ada dalam kedamaian semua yang menyesatkan.
            Bagi orang beriman, apapun agamanya, mereka menemukan Tuhan dalam kesadaran akan hati nuraninya. Dengan nuraninya mereka mengasah kepekaan akan kehadiran dan kehendak Tuhan yang diimaninya. Mana kala orang menutup diri dari suara nurani bahkan mematikannya sehingga seolah hilang dari dirinya maka pada saat yang sama mereka telah menolak Tuhan yang diimaninya. Andaipun mereka berteriak Tuhan, Tuhan, itu adalah topeng untuk mengelabuhi orang lain. Maka kiranya pada diri orang-orang ini tidaklah penting dipertanyakan dimana Tuhan dan apa kehendak Tuhan.
            Lalu Tuhan ada dimana? Ia ada di dalam harapan setiap orang yang berkehendak baik dan berhati nurani.


Iwan Roes

Selasa, 09 Mei 2017

liputan....
Misa Tirakatan / Novena IV Kamis 4 Mei 2017 
di Taman Doa Bunda Kristus "TEBAR KAMULYAN" Subang - Jawa Barat
 Pelaksanaan Misa Tirakatan pada malam itu tidak bisa dilaksanakan di depan Gua Maria dikarenakan sedang direnovasi atapnya, sehingga Upaca Misa dilaksanakan di dalam Gedung Gereja, Umat yang hadir selain dari Subang banyak juga yang datang dari luar paroki Subang (Jakarta, Karawang, Purwakarta, Bandung, Pamanukan dll). Misa dipimpin oleh Romo Sigit Setyantoro. Tema pada malam itu adalah : "Perjuangan untuk menyelamatkan dan menghidupi keluarga" Dalam Renungannnya Romo Sigit mengetengahkan ; Jijka kita bicara masalah Persoalan memenuhi kebutuhan keluaraga, maka lansung dikaitkan dengan bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan materi, oleh sebab itu tidak jarang pula langsung diuukur dengan tingkat kemampuan, berapa penghasilan atau upah yang kita terima dikaitkan dengan bagaimana segala kebutuhan untuk menghidupi keluarga bisa dipenuhi. Kalo kita Kaitkan dengan Tema malam ini (Perjuangan untuk menyelamatkan dan menghidupi keluarga) tentu saja tidak sebatas pemenuhan secara eknonomi ataupun materi., Jika pemenuhan kebutuhan untuk menyelamatkan keluarga hanya sebatas peemenuhan ekonomi atau materi maka perjuangan untuk menyelamatkan keluarga belum sempurna. Didalam bacaan kita diajak untk meneladani Keluarga Nasaret yang berjuang untuk menyelamatkan dan menghidupi keluarga tapi sama sekali tidak disinggung masalah ekonomi ataupun emosi. Apa yang terjadi jika Orang tua yang mempunyai anak kecil dan tiba-tiba berada pada situasi dimana tiba-tiba keberadaan anaknya tidak diketahui, karena anaknya tidak pamit saat pergi, tentu akan cemas, bingung dan segera mencari tahu dimana anak itu berada itu reaksi yang manusiawi. Bagaimana dengan peristiwa saat Yosep dan Maria yang tiba-tiba Yesus hilang/ tidak lagi berada ditempatnya..... Apa yang diperbuat Yosep adalah satu usaha untuk menjaga keutuhan keluarga, jadi pada saat menemukan Yesus di Bait Allah kemudian ditanya Oleh Yesus " Kenapa Engkau mencari Aku ..? Yosep dan Maria tidak menunjukkan sikap emosi ataupun marah... dan tidak tahu harus biacara apa dan tidak memamahai apa yang sebenarnya terjadi. Dan pada saat itu Pergulatan batin tidak semata-mata dialami oleh Maria, akan tetapi Maria menyimpan segala perkara itu dalam hatinya. Didalam Doa Rosario ada "Peristiwa Gembira" dikaitkan dengan peristiwa saat Yosep dan Maria kehilangan Yesus dan menemukannya kembali di Bait Allah , dimana sebuah penderitaan , kecemasan karena kehilangan anaknya kemudian menemukannya kembali disitu ada peristiwa gembira, sukacita yang muncul . Keteladanan keluarga Nasareth adalah bagaimana kesulitan yang harus dijalani, kesengsaraan, derita dan kelelahan yang di alami mereka simpan dalam hatinya sehingga semua kesengsaraan yang dialami tetap bisa dimaknai sebagai sebuah kegembiraan . Memenuhi kebutuhan dan Menyelamatkan keluarga sebetulnya sebagai bagian dari perjuangan untuk menyelamatkan dan menghidupi keluarga yang dilandasi sikap batin dan merenungkannya. serta menyimpan didalam hatinya , maka segala kesusahan, segala kesulitan adalah jalan untuk menyadari kehendak Allah. Seperti biasa Misa diakhiri dengan Adorasi, dan seusai Misa, kepada semua umat yang hadir panitia menyediakan Nasi Liwet khas Tebar Kamulyan dan ngopi serta ngeteh bersama, Terimakasih atas kehadiran para peziarah, Tuhan memberkati 

liputan dalam gambar...





















 

Minggu, 07 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
6 Mei 2017

Dalam perjumpaan dengan seorang bapak, bapak itu bercerita tentang kebiasaan doa bersama dalam keluarga. Keluarga menyepakati bahwa tiap sore ada doa bersama, setiap anggota keluarga mendapatkan peran dalam doa bersama. Saat doa bersama menjadi saat yang indah bagi Bapak dan istrinya dan seluruh anggota keluarga karena ada perasaan cinta yang dirasakan dan ada kesatuan hati dalam keluarga. Dalam doa, setiap anggota keluarga didoakan dengan disebut namanya satu persatu, bila ada keinginan atau harapan khusus dari anggota keluarga, maka seluruh keluarga mendukung dan mendoakan. Menurut pengalaman bapak tersebut dengan doa bersama ada penanaman nilai bagi keluarga khususnya untuk anak-anak. Penanaman nilai iman bahwa Allah adalah sumber segala sumber sehingga padaNyalah kita manusia berpasrah dan memohon. Penanaman nilai beriman bahwa memohon adalah bentuk kesediaan untuk berjuang mengusahakan dengan daya-daya manusiawi yang ada sembari selalu mengandalkan penyelenggaraan ilahi. Penanaman nilai cinta kasih untuk saling mendukung, menghormati, melayani satu dengan yang lain dan menghargai perbedaan-perbedaan dalam keluarga. Disamping itu, masih menurut bapak tersebut, setelah doa ada pembicaraan bersama, kalau ada masalah dibicarakan tanpa emosi, kalau ada nasehat diberikan dengan singkat namun mengena.
Apakah setelah dengan itu kemudian tidak ada masalah dalam keluarga? Masalah tetap ada kata bapak itu, tetapi kami tidak takut menghadapi masalah karena kami yakin akan kemampuan kami dan rahmat Allah untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam keluarga. Konflik tetap selalu ada tetap kami bisa menyelesaikan dengan tenang, dengan anak-anak perbedaan pendapat amat sering, tetapi kami belajar mendengarkan dan mengajak anak-anak untuk juga belajar mendengarkan. Tidak memaksakan kehendak dan tidak mencari kemenangan dengan menyalahkan orang lain.
Pendidikan cinta, pendidikan memahami perbedaan, pendidikan untuk saling menghormati satu dengan yang lain, selalu harus dimulai dalam keluarga. Andai ini terjadi maka apa yang berkembang dalam masyarakat yang adalah kumpulan keluarga adalah buah-buah cinta, buah-buah syukur atas keragaman, dan penghormatan atas pribadi yang lain.
Kalau negeri ini berkembang suasanan perpecahan dan kebencian jangan-jangan ada yang salah dalam pendidikan keluarga.

Iwan Roes

Jumat, 05 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.Catatan di Penghujuang Hari
5 Mei 2017
 
Beredar di media sosial video wawancara dengan orang muda yang ikut aksi damai 55. Anak muda itu ditanya apa motivasi berpartisipasi dalam gerakan aksi damai 55, anak muda itu menjawab keikut sertaannya dalam aksi damai ini adalah untuk membela Allah dan agama. Ketika didesak apakah Allah perlu dibela, dia tidak bisa menjawab selain mengatakan saya membela Allah sehingga nanti Allah akan membela saya, saya menolong Allah sehingga nanti Allah menolong saya. Menarik bahwa orang muda dan kiranya sekian banyak orang yang ikut dalam aksi 55 motivasinya kurang lebih sama yaitu membela Allah dan menolong Allah, dengan demikian mereka akan ditolong Allah. Pandangan yang kurang lebih sama tetapi lebih ekstrem diyakini oleh para “pengantin” gerakan bom bunuh diri. Mereka mau menjadi “pengantin” karena mereka mau membela Allah berjihad untuk membela Allah dan agama. Dengan mereka menjadi pengantin mereka akan mendapatkan kartu pass masuk surga. Apapun perbuatannya di dunia ini tidak menjadi penting, soal amal kebaikan dan semacamnya tidak penting bahkan dosa pun menjadi tidak penting, yang penting menjadi “pengantin” dan masuk surga.
            Setiap agama mengajarkan bahwa Allah itu adalah cinta, maka semua agama mengajarkan dan mewartakan cinta. Mencintai Allah, Mencintai sesama manusia dan mencintai semua ciptaan Tuhan. Maka adalah aneh kalau ada agama mengajarkan segala sesuatu yang berlawanan dengan hukum cinta. Ketika ada agama mengajarkan sesuatu yang berlawanan dengan cinta patut dipertanyakan apakah benar mereka menyembah Allah. Jangan-jangan sebuah penyelewengan ajaran agama yang diaggap legal. Banyak berita yang beredar betapa banyak dan massif ajaran-ajaran agama yang menghalalkan tindakan-tindakan bertentangan dengan hukum cinta; bahkan ajaran tersebut diajarkan sejak masih kanak-kanak. Akibatnya mereka menelan mentah-mentah dan meyakini serta menghidupi ajaran itu sebagai kebenaran ajaran Allah.
            Negara ini mulai menampakkan tanda-tanda dimana berbagai tindak kekerasan dan pemaksaan mengatas namakan agama dan Allah. Artinya sudah amat banyak orang meyakini ajaran agama dan perintah Allah yang jauh dari hukum cinta kasih. Betapa mengerikan Negeri yang berketuhanan ini menjadi panggung tindakan-tindakan yang jauh dari hukum cinta karena adanya oknum-oknum yang menyelewengkan ajaran agama demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Haruskah oknum-oknum itu ditindak tegas? Siapa yang berani menindak mereka?
 
Iwan Roes

Kamis, 04 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
4 Mei 2017

Berita harian nasional mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo dalam pidato peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day 2017). Presiden mengatakan bahwa kebebasan mesti memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa. Dalam kebebasan itu, media massa bertanggung jawab menjaga perdamaian dan keadilan bangsa. Karena itu, media massa harus obyektif karena pemerintah membutuhkan pandangan kritis agar negara terarah. Berdasar pada pernyataan Presiden tersebut pers harus berani jujur dalam memberitakan dan harus berdasarkan data-data yang sahih.
Menuju ke arah pers yang bertanggung jawab, kritis dan jujur rasanya masih menjadi pekerjaan rumah yang amat berat bagi semua pemangku kebijakan dan semua insan pers. Tidak dapat dipungkiri bahwa para pemilik modal masih berkuasa atas produk pers. Pemberitaan atas suatu peristiwa oleh media massa amat tergantung pada siap pemilik modal dari media massa tersebut. Satu sisi dengan adanya berbagai sudut pandang pemberitaan akan memperkaya para pengguna informasi tersebut. Akan tetap persoalan yang ada tidak banyak pengguna informasi media massa mempunyai kemampuan untuk mengakses berita dari berbagai media masa. Ketika pengguna informasi hanya mampu mengakses satu media yang selalu melihat sisi negative dari sebuah peristiwa berarti dia akan selalu mendapatkan berita negative yang akan diyakini sebagai kebenaran informasi. Demikian sebaliknya. Pers yang bebas bertanggung jawab dan kritis seharus bebas dari kepentingan para pemilik modal.
Disamping kekebebasan pers terkendala kepentingan pemilik modal, hal lain yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pers yang bebas, bertanggung jawab, kritis dan jujur adalah adanya insan pers yang bisa “dibeli”. Tidak bisa dipungkiri adanya kenyataan masih ada wartawan yang mudah “dibeli” artinya dengan mendapatkan imbalan sejumlah uang maka wartawan akan menutupi fakta-fakta yang dianggap merugikan sumber berita. Sehingga berita yang jujur dan kritis tidak dapat diwujudkan. Bahkan di beberap daerah banyak berkeliaran wartawan-wartawan yang berlaku seperti “preman”. Mereka mendatangi sumber berita dengan mengancam akan memberitakan hal-hal yang merugikan sumber berita jika sumber berita tidak mau menyediakan sejumlah uang yang diminta.
Berita yang aktual, kritis, jujur dan bebas menjadi dambaan semua masyarakat pengguna informasi. Selamat hari kebebasan pers dunia 2017.

Iwan Roes

Rabu, 03 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
3 Mei 2017

Kemarin ada pengumuman kelulusan untuk pelajar sekolah menengah. Apa yang tampak dari peristiwa pengumuman kelulusan adalah adanya arak-arakan kendaraan bermotor pelajar sekolah menengah dengan baju yang tercoret-coret dan rambut dicat warna warni. Mereka mengungkap kegembiraan dengan cara demikian. Mereka merasa telah berhasil melewati sebuah perjuangan panjang dan sudah mencapai puncaknya. Namun benarkah demikian? Benarkah mereka yang dinyatakan lulus adalah pelajar yang sungguh-sungguh berjuang dan dinyatakan mampu?
Saya ingat cerita seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan ini sebagian besar peserta didiknya adalah anak laki-laki. Sebagaimana terjadi di banyak sekolah perilaku peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar amat variatif. Ada peserta didik yang rajin mengikuti kegiatan belajar mengajar, tidak sedikit peserta didik yang malas mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga sering membolos. Pimpinan sekolah mengintruksikan kepada semua guru agar seluruh peserta didik berhasil dan dinyatakan lulus karena prosentase kelulusan siswa menentukan mutu sekolah di mata masyarakat. Berdasarkan instruksi pimpinan sekolah maka para guru mulai berakrobat mencari akal bagaimana agar semua peserta didik bisa dinyatakan lulus. Mengingat salah satu faktor penentu kelulusan adalah laporan hasil belajar semester ganjil tahun terakhir, maka guru-guru ”mengakali” laporan hasil belajar. Peserta didik yang malas mengikuti kegiatan belajar mengajar dan sering membolos nilai dinaikkan sedemikian agar aman, sedang anak-anak yang rajin dan pandai nilainya tidak perlu dinaikkan karena sudah aman. Terjadilah bahwa setelah Ujian Nasional nilai anak-anak yang malas dan sering membolos jauh lebih tinggi dari anak-anak yang rajin, bahkan yang dinyatakan sebagai lulusan terbaik dengan nilai tertinggi adalah anak yang paling malas mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Ini adalah kisah potret buram pendidikan di negeri ini. Sudah sejak awal para peserta didik dimasukkan dalam sistem yang tidak jujur, dan dininabobokkan dengan “akrobat” para guru. Akibatnya daya juang peserta didik menjadi lemah dan selalu ada dalam sistem yang tidak jujur dan mencari sistem yang tidak jujur pula.
Pertanyaan besar adalah mau dibawa kemana generasi macam ini.

Iwan Roes
 

Selasa, 02 Mei 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
1 Mei 2017

Hari ini di media sosial beredar berita baik tulisan maupun video tentang ulah beberapa buruh yang membakar karangan bunga di balai kota Jakarta. Dari video yang beredar nampak ulah beberapa buruh yang membakar dan orasi mendorong agar bunga-bunga dibakar. Teriakan orator itu menganggap pembakaran karangan bunga sebagai tindakan pembersihan. Setelah insiden tersebut beredar berita mengenai tanggapan pemimpin kelompok buruh, polisi dan buruh yang ikut membakar. Tanggapannya hampir sama bahwa apa yang terjadi adalah tindakan spontan, faktor psikologis karena dilarang ke istana, dan yang konyol adalah tanggapan yang mengatakan membantu pemda DKI untuk membersihkan karangan bunga.
Lepas dari masalah faktor psikologis kaum buruh, dan berbagai macam alasan pembakaran karangan bunga, rasanya apa yang dilakukan adalah sebuah tindakan yang tidak pantas. Maka tidak bisa ditolak bahwa ada penafsiran tindakan yang mereka lakukan adalah karena didasari oleh rasa dengki dan iri. Fenomena pengiriman karangan bunga kepada paslon yang kalah adalah fenomena pertama di Indonesia bahkan ada yang menyebut pertama kali di dunia. Mengapa mereka tidak menangkap makna dibalik karangan bunga itu. Karangan bunga menampakkan sikap damai dan cinta. Mereka mengungkapkan perasaan terima kasih kepada paslon yang kalah yang telah memimpin DKI dengan baik, mereka mengungkap cinta pada para pemimpin yang baik, bersih, dan jujur. Mereka mengungkapkan kekecewaan karena pilihannya kalah tetapi mereka berlapang dada menerima kenyataan itu. Artinya karangan bunga mengungkapkan damai dan ketenteraman.
Aksi membakar karangan bunga bukanlah aksi membersihkan sampah, tetapi menampilkan perilaku yang jauh dari membawa damai dan tenteram. Mereka menampilkan perilaku kebencian yang jauh dari perilaku cinta. Maka tidak salah apabila tindakan pembersihan adalah tindakan pembersihan perilaku damai dan cinta. Mereka tidak bisa nyaman dengan adanya cinta dan damai karena habitat mereka ada pada iri dan kebencian. Mereka tidak pernah merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan karena perilaku merusak adalah kebenaran bagi mereka.
Kalau malam hari orang-orang yang prihatin menyalakan lilin mereka mau menawarkan terang, dalam terang ada cinta dan damai.

Iwan Roes

AYOO HADIR di MISA TIRAKATAN / NOVENA IV
Di Taman Doa Bunda Kristus " TEBAR KAMULYAN" Subang - Jawa Barat ... Kamis 4 Mei 2017 bersama Romo Sigit...

Senin, 01 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
28 April 2017

Beberapa hari terakhir ini, media cetak nasional gencar memberitakan soal usulan hak angket dari sejumlah anggota Dewan yang terhormat terhadap KPK. Sebagaimana diberitakan hak angket ini bermula saat persidangan perkara korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada saat sidang itu penyidik KPK mengatakan bahwa Miryam S Haryani mengaku ditekan anggota Komisi III DPR, yakni Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin (Golkar), Desmon J Mahesa (Gerindra), Masiton Pasaribu (PDIP), dan Sarifuddin Sudding (Hanura). Anggota Komisi III DPR meminta rekaman pemeriksaan Miryam oleh KPK yang menyebut kan adanya tekanan. Karena KPK keberatan maka munculah usulan Hak Angket.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa usulan hak angket tidak berdasar bahkan beberapa ahli berpendapat apabila DPR menyetujui usulan hak angket maka DPR menyalah gunakan wewenang. Menurut para ahli angket seharusnya ditujukan untuk kebijakan pemerintah yang diduga melanggar undang-undang dan sangat merugikan masyarakat. Sementara apa yang dilakukan oleh KPK dalam kapasitas penegakkan hukum. Wacana usulan hak angket di DPR bukan hanya kali ini saja, terjadi. Sudah berulangkali muncul wacana usulan hak angket. Usulan itu muncul selalu bukan karena pemerintah melanggar undang-undang atau merugikan masyarakat akan tetapi karena DPR yang terhormat dirugikan atau terluka. DPR selalu mengatas namakan rakyat karena mereka adalah wakil rakyat yang terhormat, namun pada kenyataannya mereka mewakili partai atau kroninya saja.
Amat mengherankan dan amat memprihatinkan perilaku para anggota Dewan yang terhormat ini. Sering bertindak menggunakan kuasa dan kekuatannya untuk melindungi kepentingan pribadi dan atau kroninya. Apa bedanya perilaku anggota Dewan yang terhormat dengan preman jalanan atau anak-anak yang terusik dengan mainannya. Jangan-jangan kebanyakan dari anggota Dewan yang terhormat ini tidak lebih dari gerombolan preman atau sekumpulan anak kecil yang sedang asik dan sibuk dengan mainannya sendiri.

Iwan Roes