Kamis, 18 Mei 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
18 Mei 2017

Beberapa waktu yang lalu beredar berita seorang anak perempuan menggugat ibu kandungnya yang sudah sepuh ke pengadilan, berkaitan dengan masalah utang piutang. Ibu dituduh tidak mau mengembalikan uang yang dipinjamnya. Sementara menurut sang ibu, ia diminta menandatangani berkas piutang untuk menyelamatkan rumah tangga putrinya yang sekarang menggugat. Peristiwa yang menyedihkan dan mengusik nurani banyak orang baik. membesarkan dan memberi kehidupan dengan cinta, sekarang menggugat ke pengadilan dengan akibat ibu dipenjara. Gak masuk dinalar, tapi terjadi. Belum lagi peristiwa ini selesai muncul berita seorang bapak digugat oleh anak angkatnya berkaitan dengan tanah warisan. Bapak yang menyayangi anaknya akan mewariskan tanah dan rumah untuk putra angkatnya, maka bapak mengusahakan agar sertifikat atas nama putra angkatnya. Ketika seluruh proses selesai, bapak digugat dengan tuduhan menggelapkan dan menyerobot. Dimana nalar putra angkat itu? Sudah sedemikian parahkan virus materialisme, dan virus kelobaan telah mempengaruhi banyak manusia? Betapa sedih dan berapa banyak air mata yang tertumpah dari para orang tua yang harus berhadapan dengan putra atau putri tercinta di meja hijau. Kiranya peristiwa ini juga membuat banyak orang tua yang sedih dan menangis.
Para bapa dan ibu bangsa negeri ini kiranya juga sedang meratap dan menangis menyaksikan ulah sejumlah putra bangsa akhir-akhir ini. Negeri yang dibangun dengan darah dan nyawa agar tegak berdiri; negeri yang dibangun dengan penuh cinta dan pengabdian agar mengayomi seluruh putra bangsa, negeri yang dibangun dengan semangat persaudaraan dan kesatuan hati agar segala perbedaan menampakan kekayaan dan memperkaya putra bangsa telah dikoyak oleh sekelompok putra bangsa. Bukan hanya dikoyak bangunan dan tatanan negeri yang diperjuangkan oleh para bapa dan ibu bangsa negeri akan dirombak, akan diganti dan bahkan dasar pondasi tegaknya negeri ini akan dihilangkan. Sekelompok putra bangsa ini ingin membenturkan diri dengan sesama putra bangsa dan bahkan sekolompok putra bangsa ini merasa yang berhak atas negeri ini. Mereka bukan yang terbanyak, bukan pula yang terbesar apalagi yang terkuat. Mereka nampak banyak, besar dan kuat karena mereka yang berteriak terus menerus dan diberi panggung. Akibatnya mereka merasa kuat dan mau menduduki dan menguasai negeri ini. Mereka tidak lupa, tidak tahu atau bahkan membutakan diri dari sejarah negeri ini. Mereka mengabaikan bapa dan ibu bangsa negeri ini. Para bapa dan ibu bangsa meratap dan menangis pilu melihat kelakukan sekelompok putra-putri bangsa ini.
Keserakahan, dan keakuan telah merusak banyak putra bangsa, yang pada ujungnya merobek tatanan negeri ini. Amat menyedihkan. Namun demikian masih banyak putra-putri bangsa negeri ini yang belum terkena virus keserakahan dan keakuan tetapi masih diam. Saatnya sekarang bangun dan bergerak untuk menyelamatkan masyarakat dan bangsa ini dari virus-virus yang sudah, sedang dan akan merusak masyarakat dan tatanan bangsa ini. Jangan biarkan ibu pertiwi menangis dan meratap.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar