Catatan di Penghujung Hari
28 April 2017
Beberapa hari
terakhir ini, media cetak nasional gencar memberitakan soal usulan hak
angket dari sejumlah anggota Dewan yang terhormat terhadap KPK.
Sebagaimana diberitakan hak angket ini bermula saat persidangan perkara
korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada saat sidang
itu penyidik KPK mengatakan bahwa Miryam S Haryani mengaku ditekan
anggota Komisi III DPR, yakni Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin
(Golkar), Desmon J Mahesa (Gerindra),
Masiton Pasaribu (PDIP), dan Sarifuddin Sudding (Hanura). Anggota Komisi
III DPR meminta rekaman pemeriksaan Miryam oleh KPK yang menyebut kan
adanya tekanan. Karena KPK keberatan maka munculah usulan Hak Angket.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa usulan hak angket tidak berdasar bahkan beberapa ahli berpendapat apabila DPR menyetujui usulan hak angket maka DPR menyalah gunakan wewenang. Menurut para ahli angket seharusnya ditujukan untuk kebijakan pemerintah yang diduga melanggar undang-undang dan sangat merugikan masyarakat. Sementara apa yang dilakukan oleh KPK dalam kapasitas penegakkan hukum. Wacana usulan hak angket di DPR bukan hanya kali ini saja, terjadi. Sudah berulangkali muncul wacana usulan hak angket. Usulan itu muncul selalu bukan karena pemerintah melanggar undang-undang atau merugikan masyarakat akan tetapi karena DPR yang terhormat dirugikan atau terluka. DPR selalu mengatas namakan rakyat karena mereka adalah wakil rakyat yang terhormat, namun pada kenyataannya mereka mewakili partai atau kroninya saja.
Amat mengherankan dan amat memprihatinkan perilaku para anggota Dewan yang terhormat ini. Sering bertindak menggunakan kuasa dan kekuatannya untuk melindungi kepentingan pribadi dan atau kroninya. Apa bedanya perilaku anggota Dewan yang terhormat dengan preman jalanan atau anak-anak yang terusik dengan mainannya. Jangan-jangan kebanyakan dari anggota Dewan yang terhormat ini tidak lebih dari gerombolan preman atau sekumpulan anak kecil yang sedang asik dan sibuk dengan mainannya sendiri.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa usulan hak angket tidak berdasar bahkan beberapa ahli berpendapat apabila DPR menyetujui usulan hak angket maka DPR menyalah gunakan wewenang. Menurut para ahli angket seharusnya ditujukan untuk kebijakan pemerintah yang diduga melanggar undang-undang dan sangat merugikan masyarakat. Sementara apa yang dilakukan oleh KPK dalam kapasitas penegakkan hukum. Wacana usulan hak angket di DPR bukan hanya kali ini saja, terjadi. Sudah berulangkali muncul wacana usulan hak angket. Usulan itu muncul selalu bukan karena pemerintah melanggar undang-undang atau merugikan masyarakat akan tetapi karena DPR yang terhormat dirugikan atau terluka. DPR selalu mengatas namakan rakyat karena mereka adalah wakil rakyat yang terhormat, namun pada kenyataannya mereka mewakili partai atau kroninya saja.
Amat mengherankan dan amat memprihatinkan perilaku para anggota Dewan yang terhormat ini. Sering bertindak menggunakan kuasa dan kekuatannya untuk melindungi kepentingan pribadi dan atau kroninya. Apa bedanya perilaku anggota Dewan yang terhormat dengan preman jalanan atau anak-anak yang terusik dengan mainannya. Jangan-jangan kebanyakan dari anggota Dewan yang terhormat ini tidak lebih dari gerombolan preman atau sekumpulan anak kecil yang sedang asik dan sibuk dengan mainannya sendiri.
Iwan Roes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar