Jumat, 28 April 2017

YUUUK Ziarah ke Taman Doa Bunda Kristus
"TEBAR KAMULYAN" Subang - JAWA BARAT
Dalam beberapa hari kedepan memasuki bulan Mei, untuk itu mari kita melakukan ziarah/ devosi kepada Bunda Maria dengan melakukan Jalan Salib Kisah Sengsara di Diorama Kisah sensara Tuhan Yesus di Taman Doa Bunda Kristus Tebar Kamulyan Subang- Jawa Barat. Lokasinya saat ini mudah ditempuh dari jalan tol Cipali melalui pintu Tol keluar Subang/ Cilameri .... sejauh kurang lebih 15 menit ditempuh dengan kendaraan..... Taman yang semakin asri sangat cocok untuk ziarah rohani..... Tuhan memberkati





















Kamis, 27 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS

Catatan di Penghujung Hari
27 April 2017

Berita tentang banyaknya karangan bunga yang dikirim masyarakat untuk Ahok dan Djarot menjadi viral di media sosial. Ada yang menyebut nilai karangan bunga yang sudah dikirim mencapai 1,3 milyar rupiah. Peristiwa yang pertama kali terjadi di negeri ini dimana pasangan calon gubernur yang kalah mendapatkan karangan bunga yang begitu banyak bak pasangan yang menang. Karangan bunga yang dikirim bukanlah karangan bunga duka cita, bukan pula karangan bunga ratapan atas kekalahan pasangan calon. Menilik apa yang tertulis dalam papan-papan karangan bunga, dapat ditangkap maksud para pengirim, mereka mengungkapkan terima kasih atas pelayanan kedua pasangan calon ini selama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Banyaknya karangan bunga bisa menjadi salah satu bukti keberhasilan kedua pasangan calon ini selama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur. Banyak orang merasakan dan mengamini sepak terjang keduanya untuk memajukan daerah yang dipimpinnya. Pemimpin daerah yang berjuang untuk masyarakatnya sehingga menghasilkan cinta yang meluap dari masyarakatnya. Masyarakat baik yang mengirim karangan bunga maupun tidak, mengakui keberhasilan pasangan calon meski tidak menampik adanya banyak kekurangan. Semua kekurangan menjadi relatif manakala masyarakat melihat bahwa mereka sungguh-sungguh bekerja melayani masyarakat dan bukan mencari keuntungan bagi diri mereka sendiri maupun kelompoknya.
Peristiwa ini kiranya bisa menjadi cermin bagi para pejabat dan para pemimpin daerah. Masyarakat telah mampu untuk menilai kerja dan kinerja para pejabat dan pemimpin daerah. Masyarakat bukan masyarakat yang bodoh yang hanya melihat kerja para pejabat dari hasilnya saja; melainkan melihat kerja keras dan niat yang baik dari para pejabat dan para pemimpin daerah. Pejabat dan para pemimpin daerah yang sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat dan jauh dari usaha mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya akan membuahkan cinta masyarakat. Namun sebaliknya pejabat dan para pemimpin daerah yang mencari keuntungan untuk pribadi dan kelompoknya akan menuai anti pati dari para masyarakat. Oleh karena itu sekarang kita dapat melihat, mencermati dan menilai mana pejabat dan pemimpin daerah yang sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat dan mana para pejabat dan pemimpin daerah yang memperjuangan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sayangnya di negeri ini pejabat yang sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat sedang diusahakan disingkirkan dari panggung agar tidak mengganggu para pejabat dan pemimpin daerah yang sedang berjuang untuk diri dan kelompoknya.

Iwan Roes

Rabu, 26 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
26 April 2017

Beberapa tahun lalu dunia olah raga sepak bola Indonesia gempar dengan adanya sepak bola gajah. Sepak bola gajah bukan berarti gajah-gajah yang bermain sepak bola tetapi ini sebuah istilah untuk menyebut pertandingan sepak bola yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Umumnya dalam setiap pertandingan sepak bola setiap kesebelasan pasti ingin memenangkan pertandingan. Akan tetapi ada kejadian bahwa dalam pertandingan tidak ada tim yang mau menang akan tetapi ingin kalah sehingga terjadi pemain memasukkan gol ke gawang sendiri demi mendapatkan kekalahan. Pertandingan sepak bola semacam ini yang disebut sebagai sepak bola gajah. Kesebelasan yang memainkan sepak bola gajah sering kali bertujuan untuk menghindari bertemu dengan kesebelasan yang lebih kuat atau ingin menyingkirkan kesebelasan lain karena ada kesepakatan dengan kesebelasan lain. Apa yang terjadi selalu ada uang dibaliknya.
Mencermati beberapa pemilihan kepala daerah, di beberapa daerah terjadi pemilihan kepala daerah tidak berdasarkan integritas, kapabilitas dan kualitas pribadi calon kepala daerah. Kampanye tidak menonjolkan tawaran program kerja dan kualitas calon akan tetapi lebih menonjolkan pokoknya jangan pilih orang itu. Sebaik apapun orang itu pokoknya jangan dipilih. Apa yang mendasari cara pilih semacam itu adalah isu-isu rasial. Sehingga ketika terjadi pemilihan ada upaya-upaya masif bahkan bila perlu dengan ancaman agar masyarakat tidak memilih orang itu. Dan sering kali terjadi orang yang punya integritas, kapabilitas dan kualitas yang baik, kalah dengan orang yang kurang dalam hal kualitas, kapabilitas dan integritas karena dasarnya “pokoknya bukan orang itu”. Tampaknya pola pemilihan kepala daerah semacam itu akan terjadi dan diikuti diberbagai daerah yang mengadakan pemilihan kepala daerah. Pertanyaannya adalah demokrasi macam apa ini?
Jawabnya sederhana demokrasi gajah.

Iwan Roes
Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
25 April 2017

Beberapa tahun yang lalu dunia olah raga sepak bola Indonesia sering diwarnai dengan aksi pengeroyokan pemain kepada wasit maupun hakim garis. Aksi itu selalu bermula karena ketidak puasan atas kepemimpinan wasit. Wasit dinilai menguntungkan pihak lawan. Memang kemudian muncul kasus wasit-wasit sepak bola yang menjad tersangka kasus suap pengaturan pertandingan. Namun demikian tidak dipungkiri banyak wasit yang berlaku adil, akan tetapi sikap para pemain yang merasa benar dan merasa kuat sehingga tidak mau dipersalahkan dan berujung pada tindak kekerasan pada wasit.
Dalam pertandingan peran wasit amat penting karena mereka menjadi pengadil di lapangan. Mereka menjaga dan menegakkan peraturan pertandingan agar pertandingan dapat berjalan dengan baik dan menampakkan keadilan berdasarkan peraturan pertandingan yang disepakati. Para pemain apapun yang terjadi harus tunduk pada wasit karena hanya dengan demikian pertandingan dapat berjalan dengan lancar meski belum tentu baik. Apa yang terjadi bila para pemain sekaligus menjadi wasit? Yang pasti terjadi adalah kekacauan, apapun niat baik dan mulia para pemain yang ingin sekaligus menjadi wasit patut diwaspadai dibalik niat baik dan mulia itu tersembunyi keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari pertandingan itu. Dengan demikian pertandingan sebenarnya tidak terjadi.
Kisruh pemilihan Komisioner KPU dan Baswaslu ditengarai adanya usaha dari DPR ingin menanamkan “orang-orangnya” di KPU dan Bawaslu. Dengan demikian usaha DPR ini adalah usaha pemain yang ingin sekaligus menjadi wasit dalam pertandingan. Apakah DPR tidak tahu akan hal ini ? Mereka adalah orang-orang pandai akan tetapi seringkali menggunakan kepandaiannya untuk mencari keuntungan untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya.
Kalau pemilu adalah sebuah pertandingan, masih dapat dipercayakah pemilu menghasilkan juara yang sesungguhnya mana kala para pemain sekaligus adalah wasit pertandingan ?

Iwan Roes

Minggu, 16 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
14 April 2017

Beberapa kali dalam perbincangan dengan teman setelah melihat film, muncul gurauan: ”Wah film bagus tetapi tidak menarik, karena ending-nya menyedihkan.” Sebuah gurauan yang mengungkapkan keinginan orang yang menonton film agar film selalu berakhir dengan kebahagiaan. Kiranya keinginan orang terhadap film merupakan harapan semua orang agar drama kehidupan yang sedang dan akan dijalanin berkhir dengan kebahagiaan. Hari-hari ini umat katolik memasuki perayaan tri hari suci, memperingati, mengenang dan menghadirkan lagi sebuah drama kehidupan yang ditampilkan oleh Yesus. Sebuah drama kehidupan yang berakhir menyedihkan, sebuah drama kehidupan yang absurd, sehingga terungkap bahwa drama itu berakhir dengan hina kata orang Yahudi dan tidak masuk akal (kebodohan) bagi orang Yunani.
Drama kehidupan menampilkan Yesus yang hadir dalam sejarah kehidupan manusia. Drama itu menunjukkan misi Yesus yang tampak dari seluruh karya, sabda dan hidupNya. Ada dua misi yang diembanNya yaitu mewartakan kepada dunia bahwa Allah adalah cinta dan penuh kerahiman serta memberi teladan akan bentuk ketaatan kepada kehendak Allah. Oleh karena itu lewat hidupNya melalui karya dan sabdaNya, Ia mengungkapkan betapa mulia manusia itu di hadapan Allah, dan betapa besar cinta Allah kepada manusia, maka semua hal yang membelenggu manusia harus dilenyapkan. Ia melawan berbagai aturan-aturan dan adat istiadat yang menjadikan manusia seperti binatang yang terikat dalam kuk; Ia melabrak tokoh-tokoh agama bahkan tokoh-tokoh terhormat golongan Imam Agung dan Ahli Taurat yang mempermainkan hukum Allah demi kepentingan pribadi dan golongannya; Ia menegur keras para tokoh masyarakat dan pejabat masyarakat yang memeras dan berlaku tidak adil bagi masyarakat. Maka apa yang dilakukanNya menimbulkan kebencian bagi banyak orang yang dirugikan dan dipermalukan oleh kehadiranNya. Kebencian itu menimbulkan konspirasi untuk menyingkirkan dan membunuhNya.
Setelah berungkali konspirasi jahat untuk menyingkirkan Yesus itu gagal, akhirnya tiba saatnya Ia ditangkap dan dihukum mati di kayu salib. Mengapa Ia tidak menghindar, sebagaimana selama ini Ia bisa meloloskan diri? Dia tahu dan sadar betul hanya dengan jalan itu misinya untuk mewartakan cinta dan kerahiman Allah menjadi sempurna. Kenapa Ia yang begitu berkuasa dan hebat tidak melawan bukankah dengan satu perkataan saja buah doanya kepada Allah dapat mengalahkan semuanya? Ia mewartakan bahwa Allah adalah cinta dan rahim. Kejahatan manusia sebesar apapun tidak pernah mengurangi dan menyurutkan cinta dan kerahiman Allah. Ia melawan segala bentuk kejahatan, akan tetapi bukan dilawan dengan kejahatan; Kejahatan dan kekerasan Ia lawan dengan cinta dan kerahiman, karena Ia tahu manusia tidak jahat akan tetapi karena ketidak tahuannya akan kebaikan membuat manusia menjadi jatuh dalam kejahatan. Jika kejahatan dilawan dengan kejahatan dan atau kekerasan dilawan dengan kekerasan, maka hanya akan menjadikan manusia semakin terpuruk dalam kegelapan yang membutakan dari kebaikan dan arti kerahiman.
Berhasilkah Ia bertempur melawan kejahatan dengan cinta dan kerahiman? Bukankah mereka yang pernah mengalami cintaNya berteriak: ”Salibkan Dia!” bukankah muridNya mengkhianati, menyangkalNya dan lari meninggalkan Dia? Tidakkah Ia kesepian dan berteriak memanggil Allah yang terasa meninggalkan? Tampaknya Ia gagal, namun kematianNya dalam kesunyian dan kesendirian menunjukkan cinta dan kerahiman Allah cinta yang begitu besar; dan disaat yang sama Ia menuntaskan misinya dengan sempurna. Oleh karenanya Ia dibangkitkan dari kematian.
Perayaan tri hari suci bagi umat katolik adalah perayaan cinta dan kerahiman Allah. Di saat yang sama adalah saat merefleksikan hidupku pertama apakah dalam diriku selalu tumbuh dan berkembang cinta dan kerahiman dan selanjutnya sebuah penegasan ketaatan pada Allah walau sering nampak sia-sia dan bodoh tetapi berbuah rahmat.

Iwan Roes

Senin, 10 April 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.

Catatan di Ujung Hari
10 April 2017
Membaca berita berkaitan dengan Pilkada DKI, baik di media cetak maupun on line menimbulkan kegundahan, kecemasan sekaligus membosankan. Pemilih digiring ke kandang pengkotakan kafir dan bukan kafir, Dalam berbagai kesempatan tidak hanya anjuran untuk memilih tetapi lebih dari itu ada baiat, dengan konsekuensi yang mengerikan. Belum selesai pengkotakan kafir dan bukan kafir muncul berita mengatas namakan pendeta dan komunitas agama nasrani menyatakan mendukung salah satu pasangan calon. Bahkan untuk menyatakan dukungannya menggunakan legitimasi ayat-ayat alkitab. Sementara paslonnya bicara soal persatuan bangsa dan kebhinekaan negeri ini. Mendasarkan sejarah perjuangan bangsa berbicara tentang persatuan dan kebhinekaan sementara dibalik itu ada penggiringan ke pengkotak-kotakan warga masyarakat.
Betapa mengerikan perilaku beberapa orang yang menyebut diri agamawan dan dengan legalitas itu membawa-bawa Allah untuk mendukung kepentingan politik pribadi dan golongannya. Bukan hanya membawa Allah tetapi menggiring umat Allah dengan legalitas yang melekat pada dirinya sebagai yang dekat dengan Allah untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Membayangkan para pendiri bangsa berdebat, berdiskusi tentang Dasar Negara Pancasila khususnya berkaitan dengan Piagam Jakarta. Halnya adalah persoalan agama dan para penganut agama. Pasti ada perdebatan yang sengit dan luar biasa, namun ketika titik tolak perdebatan adalah kepentingan bangsa dan bukan kepentingan pribadi dan golongan maka perdebatan yang sengit dapat berakhir dengan damai dan menghasilkan Dasar Negara sebagaimana kita kenal sekarang. Oleh karenanya betapa menyakitkan saat berbicara tentang persatuan bangsa dan kebhinekaan negeri ini namun dibalik itu mengabaikan kepentingan bangsa, demi kepentingan pribadi dan golongan.
Negeri ini menjadi negeri yang sakit karena banyak orang sakit berpentas dan menyingkir orang yang sehat. Negeri ini menjadi negeri gila karena banyak orang gila yang sedang menjadi dan atau berjuang menjadi aktor sehingga orang yang waras telah dianggap gila.

Iwan Roes

Minggu, 09 April 2017

MISA MINGGU PALMA 
di PAROKI KRISTUS SANG PENABUR SUBANG

Perayaan Minggu Palma di paroki Kristus Sang Penabur Subang dipimpin oleh Romo Iwan, perarakan dengan daun palma berlangsung meriah, dalam kotbahnya Romo Iwan mengungkapkan seseorang dalam memulai melakukan sesuatu seakan ada energi yg begitu luar biasa, penuh semangat bahkan banyak menghabiskan waktu hidupnya. Tapi apa jadinya jika dalam perjalanannya tidak seindah yang diharapkan, apa yg sudah ditempuh dengan penuh ketekunan serta kesetiaan hasilnya sia sia bahkan tidak mendapat pujian. Kadang kita lupa bahwa ada begitu banyak tantangan, luka dan derita. Pada kondisi itu kita dihadapkan 2 pilihan, terus apa mundur, jika terus maka kita harus bisa menyelesaikan dgn sempurna. Atau mundur dan mencampakannya untuk memulai sesuatu yg lebih menarik. Pada kesempatan ini kita kembali diajak untuk mencoba setia akan panggilan dan perutusan masing masing. Tekun dan setia akan sesuatu yg kita mulai dengan berkobar kobar, dengan tenang, adem ayem bahkan tanpa pujian kita harus berani menatap penderitaan untuk bisa menyelesaikan dgn sempurna. Dalam bacaan digambarkan rakyat begitu meriah dengan sorak sorai menyambut kehadiran Yesus dikota Yerusalem, tapi Yesus masuk Yerusalem untuk menyongsong salib, Yesus tetap dengan setia memeluk penderitaan itu mengikuti jalannya dengan sempurna. Untuk itu kita kembali dipanggil untuk memeriksa, menyadari untuk mengalami gerak batin dalam diri kita. Apa gerak batin yang kita jalani sesuai dengan kehendak Allah. Menyadari kekuatiran, ketakutan, kecemasan, dibalik rasa kekuatiran, dibalik kecemasan, dibalik ketakutan ada kekuatan yang mendorong kita untuk terus, terus dan terus memeluknya, itulah cinta Tuhan. ambilah kemerdekaan, ambilah kebebasan berilah aku cinta.


 
Renunganoleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
9 April 2017

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu sarana untuk menemukan sosok negarawan di negeri ini. Pada masa reformasi ada perubahan system pemilu dengan tujuan akan semakin banyak sosok-sosok negarawan yang selama ini tidak atau belum terlihat mempunyai peluang untuk menampilkan diri dan memberikan buah-buah pemikiran dan karyanya. Namun demikian system pemilu yang baru alih-alih menghasilkan negarawan, menghasilkan banyak koruptor, politikus transaksional dan sosok pembuat gaduh negeri yang cenderung mengarah pada perpecahan masyarakat. Pemilu legislatif sebagai contoh, tidak menyaring sosok-sosok negarawan, tidak menawarkan calon-calon legislator yang mempunyai jiwa seorang negarawan. Pemilu legislatif memunculkan kesan sebagai ajang orang-orang mencari pekerjaan dan kedudukan.
Negarawan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seorang yang ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Seorang negarawan selalu memikirkan nasib bangsa dan negara sebagai suatu kesatuan yang utuh, serta tidak mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya, namun mementingkan kepentingan bangsa di atas segalanya. Berapa ciri sosok negarawan adalah adanya sikap rendah hati kekuasaan tidak membuatnya sombong, angkuh dan merendahkan martabat orang lain; mempertaruhkan dirinya, pribadi dan golongannya demi kepentingan negara yang jauh lebih besar, dan lebih tinggi; tidak hanya semata-mata menjaga citra yang baik di tengah-tengah masyarakatnya; membuat suatu keputusan bersikap tegas dan mempunyai keyakinan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang benar. Bertolak dari arti dan ciri-ciri negarawan tersebut maka sulit menemukan sosok negarawan yang sedang berpentas di panggung politik dan pemerintahan di negeri ini.
Berhadapan dengan keprihatinan tersebut maka pertama-tama diperlukan perubahan system sarana-sarana seleksi bagi aktor-aktor yang dapat berpentas di panggung politik dan pemerintahan agar aktor-aktor itu para negarawan. Kedua pentingnya kaderisasi yang mengutamakan pendidikan karakter yang baik serta menanamkan paham kebangsaan dan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu hendaknya para pemangku kepentingan yang mempunyai keprihatinan akan kurangnya sosok negarawan di pentas panggung politik dan pemerintahan berani bertindak.

Iwan Roes


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan  BS.
Catatan di Penghujung Hari
7 April 2017

Di awal tahun 90 an ketika saya belajar bahasa Tetun di desa Soibada di Timor Timur (Timor Leste sekarang) dalam rangka tugas di Dili, ada pertemuan di desa itu dan hadir dua orang tokoh Fretelin. Kedua tokoh tersebut menceritakan pengalaman pada waktu mereka sekolah di Soibada. Di Soibada dahulu ketika Timor Timur masih di bawah Portugis adalah tempat kolese Jesuit yang besar, dan menghasilkan banyak tokoh-tokoh yang memimpin Timor Timur. Menarik bagi saya adalah ketika kedua tokoh tersebut bercerita kenangan selama sekolah di tempat itu setiap kali menyebut nama guru-guru yang mengajar, kedua tokoh itu selalu membungkuk hormat. Sebuah kejadian yang amat langka dan belum pernah saya lihat bahwa ada orang yang menyebut nama guru-guru mereka dengan membungkuk hormat. Dalam perbincangan dengan kedua tokoh itu, mereka melakukan hal itu memang seharusnya begitu karena bagi mereka guru-guru itulah yang mengenalkan mereka pada dunia dan mimpi-mimpi untuk mengabdi pada dunia. Tanpa guru-guru di kolese ini mereka tidak akan menjadi “siapa-siapa”.
Kisah tentang guru-guru pada masa lalu selalu menjadi kisah-kisah yang dikenang dengan penuh syukur dan penuh hormat. Guru-guru di kampung-kampung pada masa lalu bukanlah seorang pendidik dan pengajar mata pelajaran bagi peserta didik di sekolah akan tetapi mereka adalah guru-guru kehidupan bagi masyarakat. Guru adalah sumber pengetahuan dan kebijaksanaan bagi masyarakat, mereka adalah pemecah masalah dalam masyarakat. Karena apa yang dilakukannya maka mereka mendapatkan tempat terhormat di masyarakat. Ketika seseorang disebut sebagai guru maka yang terbayang adalah sosok yang berilmu dan bijaksana, sosok yang “mumpuni”. Para guru itu rasanya tidak pernah disibukkan dengan tuntutan kurikulum dan tidak pula disibukkan dengan sertifikasi, namun apa yang dilakukan telah melampaui sertifikasi-sertifikasi dan apa yang dihasilkan melampaui mereka yang disibukkan oleh kurikulum.
Guru-guru pada masa lampau tidak perlu sertifikasi untuk mendudukkan diri mereka ditempat terhormat di masyarakat. Mereka tidak perlu menunjukkan bukti sertifikasi dari keahlian agar diterima sebagai guru di tengah masyarakat. Para guru di masa lampau tidak pernah melihat dan menghayati pekerjaan guru sebagai sebuah profesi. Guru adalah hidup mereka. Keseharian mereka tidak lepas sebagai guru, sejak membuka mata di awal hari hingga menutup mata di akhir hari hidup mereka adalah guru.
Pekerjaan apapun sekarang dituntut sebuah sertifikat untuk mendapatkan pengakuan atas keahliannya. Sertifikasi adalah sebuah usaha untuk menempatkan orang-orang menjadi professional pada profesinya. Guru mendapatkan sertifikasi karena guru adalah profesi dan yang diukur adalah kemampuan mengajar dalam bahasa kerennya transfer ilmu. Belajar dari pengalaman guru-guru pada masa lampau sertifikasi setinggi apapun tidak akan menghasilkan sosok-sosok yang hebat karena pekerjaan itu hanya profesi saja. Sosok yang hebat muncul dari mereka yang melihat dan menghayati “pekerjaan” mereka adalah hidup mereka.
Tidak banyak lagi sosok-sosok di negeri ini yang melihat dan menghayati “pekerjaan” sebagai hidup mereka. Padahal sosok-sosok itulah yang dibutuhkan negeri ini.

Iwan Roes




Kamis, 06 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
6 April 2017

Di halaman gerejaku tumbuh pohon alpukat yang amat besar dengan dahan-dahan dan daun-daun yang lebat sehingga bisa menjadi peneduh. Banyak orang senang ngobrol dibawah pohon alpukat. Pohon itu sudah tua namun masih kokoh. Sejak saya tinggal di tempat gereja itu tidak pernah melihat pohon itu berbuah, hanya mendengar cerita bahwa pohon itu buah amat baik dan enak. Alpukat mentega kata orang-orang tua yang pernah melihat dan mengalami saat pohon itu masih berbuah. Beberapa waktu ada perbincangan yang mengusulkan agar pohon itu ditebang saja dan diganti dengan pohon buah yang baru. Menurut mereka yang mengusulkan agar pohon itu ditebang, alasannya kalau pohon buah harus menghasilkan buah yang dapat dinikmati, kalau pohon buah tidak menghasilkan buah yang dapat dinikmati untuk apa, tidak berguna. Sedangkan mereka yang tidak setuju dengan pohon alpukat itu ditebang beralasan, kendati pohon itu tidak berbuah akan tetapi pohon itu masih berfungsi sebagai peneduh, buktinya banyak orang senang duduk dan ngobrol di bawah pohon itu.
Mendengar pembicaraan beberapa orang tentang pohon alpukat amat menarik perhatian. Bukan soal ditebang atau tidak akan tetapi pernyataan kalau pohon buah maka yang diharapkan adalah buahnya. Akan tetapi bila pohon buah itu tidak berbuah minimal masih bermanfaat sebagai peneduh sehingga menjadikan alasan untuk tidak ditebang. Setiap manusia tentu diharapkan menghasilkan buah dari hidupnya. Sebagai pemimpin dan pelayan masyarakat buahnya adalah kesejahteraan seluruh masyarakat, politisi buahnya adalah perjuangan untuk kesejahteraan rakyat, para penegak hukum buahnya adalah keadilan yang sama dimuka hukum bagi setiap warga masyarakat dan sebagainya. Akan tetapi bila tidak menghasilkan buah maka diharapkan minimal dapat memberikan perlindungan bagi orang lain. Kalau tidak menghasilkan buah dan tidak bisa memberikan perlindungan tetapi malah membuat gaduh, suasana panas terpecah belah dan menyengsarakan untuk apa?
Harus ditebang dan diganti dengan tunas yang baru?

Iwan Roes
Misa Tirakatan bersama Pastor Dominikus Adi Kristanto, Pr
Misa yang diselenggarakan hari Kamis 30 Maret 2017 di Taman Doa Bunda Kristus Tebar Kamulyan Subang dipimpin oleh Romo Adi Kristanto dengan mengambil tema " Keluarga menyadari bahwa Kehadiran Anak Adalah Titipan dan Anugerah dari Allah". Didalam renungannnya Romo Adi menyampaikan bahwa Keberadaan seorang anak dalam keluarga adalah benar-benar sebagai anugerah Allah yang luar biasa dari Allah. Kebahagiaan besar akan sangat dirasakan bilamana orang tua bisa melihat anaknya sehat dan bisa mengurus dirinya. Tapi ada banyak pilihan jika pada situasi dimana pada sebuah keluarga yang belum dikaruniai keturunan, akan banyak sekali pertimbangan, mao adobsi, dan jika punya anak pingin anak berapa 1;2 3 dst... terus mau laki-laki apa perempuan.... Tapi yang terjadi disekitar kita kadang ada keluarga yang sangat mendambakan anak perempuan tapi yang hadir seorang anak laki-laki. .. kemudian dibesarkan atau didik selayaknya anak perempuan... Alangkah baiknya jika sebelum mendapat keturunan hendaknya sebuah keluarga mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. Pada kesempatan ini kita diajak untuk menyadari bahwa anak adalah titipan dan anugerah dari Allah dan kita tidak bisa menolaknya. Tapi ada juga saudara-saudara kita yang sudah sekian lama merindukan keturunan tapi belum juga dikaruniai, menunggu adalah sesuatu yang melelahkan, mengecewakan, menjengkelakan dan membosankan, bilamana kita tidak memiliki kekuatan maka akan putus asa. Tapi ingatlah apa yang tertulis dalam kitab Kejadian dimana Sarah dan Abraham yang telah dijanjikan oleh Allah untuk mendapat keturunan, tapi sudah begitu lama mendambakan seorang anak baru dikabulkan pada masa tua Sarah dan Abraham hal ini sebagai bukti bahwa Allah akan selalu menepati janji yang telah diucapkan oleh Allah. Jadi Allah akan selalu menepati janjinya maka percayalah jika hal itu tak akan ada suatu apa pun yang dapat mengahalanginya. Sungguh Anak adalah titipan dan anugerah dari Allah. Maka hendaknya kita memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak kita, dengan sungguh-sungguh. Di jaman modern seperti saat ini ini tidak cukup kita menyapa anak hanya melalui Video Call. Keluarga yang doa secara bersama sama maka keluarga itu akan selalu diberkati oleh Tuhan. Untuk itu sebagai orang tua hendaknya menyadari bahwa Rahmat Alllah akan sungguh sungguh dijalani dengan setia dengan menanamkan iman kepada anak. Karena Iman adalah sebagai pondasi yang kuat sebagai bekal agar anak tumbuh sebagai pribadi yang utuh, dengan begitu anak akan bisa bersyukur atas Rahmat allah yang telah diterimanya...Misa ditutup dengan adorasi, bayak umat yang datang dari Jakrta, Bogor, Tangerang, Karawang, Purwakarta, Bandung, Pamanukan dan juga Subang sendiri. Kami atas nama Panitia Taman Doa mengucapkan terima kasih atas kehadirannya, mohon maaf jika pelayanan kami kurang berkenan....Tuhan memberkati