Kamis, 18 Mei 2017

Renungan oleh : Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
13 Mei 2017

Dalam sebuah perjumpaan dengan seorang bapak, bapak itu bercerita bagaimana keluarga mereka menyelesaikan konflik. Ia menceritakan salah satu pengalaman bagaimana keluarga itu menyelesaian konflik dengan putri remajanya. Hari itu, putrinya pergi ke luar kota yang berjarak kurang lebih 2 jam perjalan dari kota tempat keluarga itu tinggal. Putri itu pergi dengan beberapa teman sekolahnya untuk suatu tugas sekolah diantar oleh sopir keluarga itu. Acara sekolah itu berlangsung dari pagi hingga jam 18.00. Kira-kira jam 19.00 putri itu menghubungi mamanya melalui telp, memberi tahu bahwa dia dan teman-temannya tidak langsung pulang tetapi akan nonton film lebih dahulu. Mamanya bertanya mau nonton jam berapa? Putrinya menjawab bahwa akan nonton jam 19.30. Mamanya keberatan karena sampai rumah akan terlalu malam kasihan bapak sopir. Putri itu ngotot bahwa mereka sudah dalam perjalanan menuju tempat nonton, mamanya dengan halus namun tegas meminta putrinya untuk langsung pulang. Putrinya dengan kecewa menuruti apa yang dikatakan mamanya.
Malam hari setelah sampai di rumah, setelah putri itu mandi dan istirahat, bapak itu mengajak putrinya dan mamanya untuk bicara bersama. Bapaknya memulai dengan meminta maaf karena telah mengecewakan putrinya, dan membuat putrinya marah. Bapak itu menjelasakan kenapa mamanya meminta segera pulang dan tidak mengijinkan putrinya nontn. Bapak menjelaskan bahwa sebenarnya orang tua setuju dan tidak keberatan putrinya dan teman-temannya nonton akan tetapi pada hari itu, istri pak sopir sedang sakit. Bapak menjelaskan kalau dirinya menjadi sopir dan istrinya sedang sakit, tidak ingin pergi jauh dan lama karena ingin menemani dan menjaga istrinya. Namun karena perintah majikan dia mau tidak mau harus pergi. Maka keputusan melarang nonton adalah bentuk empati kepada p. Sopir. Dari dialog ini putrinya mengerti dan tidak menjadi marah. Konflik dapat diselesaikan dengan damai penuh kasih dan ada pelajaran bagi putri terkasih untuk tidak memikirkan kepentingan sendiri tetapi ada empati pada orang lain meski dia adalah bawahanku.
Ada banyak konflik yang terjadi di sekitar kita. Penyebab konflik karena tidak ada pemahaman yang benar akan sebuah persoalan dan juga tidak ada sikap untuk duduk bersama. Duduk bersama berarti menempatkan diri sebagai yang sejajar, ada sikap hormat satu dengan yang lain, tidak mencari menang sendiri dan memaksakan pendapat. Dengan cara demikian banyak persoalan dapat diselesaikan dengan damai dan penuh kasih.
Persoalan dan konflik di negeri ini semakin meruncing karena ada pihak-pihak atau golongan-golongan tertentu yang merasa lebih kuat dan memanfaatkan kekuatan untuk memaksakan kehendak. Sikap yang merusak persaudaraan dan bahkan merusak peradaban manusia, karena cinta adalah tanda keadaban manusia.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar