Kamis, 11 Mei 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setisean BS.
Catatan di Penghujung Hari
10 Mei 2017

Saat makan siang, setelah mendengar Hakim memutuskan Ahok dihukum 2 tahun penjara, seorang teman bertanya: ”Saat seperti ini Tuhan ada dimana? Apa sih kehendak Tuhan dengan peristiwa ini? Kenapa orang yang baik, berjuang untuk masyarakat harus dizolimi dan mengalami ketidakadilan? Saat Majelis Hakim memutuskan bukankah mereka mengatasnamakan Allah?” Pertanyaan yang menohok dan sulit untuk dijawab. Saya balik bertanya: Bukankah ini masalah hukum yang dibawa pada ranah politik? Kenapa mesti dipertanyakan secara teologis? “Banyak orang menangis dan bersedih saat mendengar keputusan itu, apakah mereka orang yang mengerti hukum dan politik? Bukankah mereka orang biasa yang mempertanyakan keadilan dan cinta? Bukankah mereka masuk dalam pengalaman akan Allah yang berarti masalah teologis?” : Sahut teman itu.
            Pertanyaan teman itu adalah pertanyaan existensial manusia ketika kemampuan manusiawi tidak lagi bisa menjawab persoalan yang dihadapi. Akan tetapi mungkin juga pertanyaan itu adalah bentuk kekesalan atas situasi negeri ini yang memenangkan sekelompok orang yang menggunakan kekuatan massa untuk menekan penguasa negeri ini sehingga menuruti kemauan mereka. Berhadapan dengan peristiwa putusan pengadilan banyak orang mempertanyakan dimana keadilan berada. Ketika pengadilan jauh dari rasa keadilan maka yang hilang adalah hati nurani. Maka orang yang menangis dan sedih adalah orang-orang yang merasakan hilangnya hati nurani. Mereka merasakan hati nurani mereka terkoyak oleh perilaku orang-orang yang kehilangan rasa dan hati nuraninya. Mereka yang kehilangan hati nurani hanya akan mengandalkan nalar saja, itupun sudah tidak jernih lagi. Ambisi dan perasaan sesaat lebih menguasi dirinya sehingga mereka ada dalam kedamaian semua yang menyesatkan.
            Bagi orang beriman, apapun agamanya, mereka menemukan Tuhan dalam kesadaran akan hati nuraninya. Dengan nuraninya mereka mengasah kepekaan akan kehadiran dan kehendak Tuhan yang diimaninya. Mana kala orang menutup diri dari suara nurani bahkan mematikannya sehingga seolah hilang dari dirinya maka pada saat yang sama mereka telah menolak Tuhan yang diimaninya. Andaipun mereka berteriak Tuhan, Tuhan, itu adalah topeng untuk mengelabuhi orang lain. Maka kiranya pada diri orang-orang ini tidaklah penting dipertanyakan dimana Tuhan dan apa kehendak Tuhan.
            Lalu Tuhan ada dimana? Ia ada di dalam harapan setiap orang yang berkehendak baik dan berhati nurani.


Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar