Selasa, 02 Mei 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
1 Mei 2017

Hari ini di media sosial beredar berita baik tulisan maupun video tentang ulah beberapa buruh yang membakar karangan bunga di balai kota Jakarta. Dari video yang beredar nampak ulah beberapa buruh yang membakar dan orasi mendorong agar bunga-bunga dibakar. Teriakan orator itu menganggap pembakaran karangan bunga sebagai tindakan pembersihan. Setelah insiden tersebut beredar berita mengenai tanggapan pemimpin kelompok buruh, polisi dan buruh yang ikut membakar. Tanggapannya hampir sama bahwa apa yang terjadi adalah tindakan spontan, faktor psikologis karena dilarang ke istana, dan yang konyol adalah tanggapan yang mengatakan membantu pemda DKI untuk membersihkan karangan bunga.
Lepas dari masalah faktor psikologis kaum buruh, dan berbagai macam alasan pembakaran karangan bunga, rasanya apa yang dilakukan adalah sebuah tindakan yang tidak pantas. Maka tidak bisa ditolak bahwa ada penafsiran tindakan yang mereka lakukan adalah karena didasari oleh rasa dengki dan iri. Fenomena pengiriman karangan bunga kepada paslon yang kalah adalah fenomena pertama di Indonesia bahkan ada yang menyebut pertama kali di dunia. Mengapa mereka tidak menangkap makna dibalik karangan bunga itu. Karangan bunga menampakkan sikap damai dan cinta. Mereka mengungkapkan perasaan terima kasih kepada paslon yang kalah yang telah memimpin DKI dengan baik, mereka mengungkap cinta pada para pemimpin yang baik, bersih, dan jujur. Mereka mengungkapkan kekecewaan karena pilihannya kalah tetapi mereka berlapang dada menerima kenyataan itu. Artinya karangan bunga mengungkapkan damai dan ketenteraman.
Aksi membakar karangan bunga bukanlah aksi membersihkan sampah, tetapi menampilkan perilaku yang jauh dari membawa damai dan tenteram. Mereka menampilkan perilaku kebencian yang jauh dari perilaku cinta. Maka tidak salah apabila tindakan pembersihan adalah tindakan pembersihan perilaku damai dan cinta. Mereka tidak bisa nyaman dengan adanya cinta dan damai karena habitat mereka ada pada iri dan kebencian. Mereka tidak pernah merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan karena perilaku merusak adalah kebenaran bagi mereka.
Kalau malam hari orang-orang yang prihatin menyalakan lilin mereka mau menawarkan terang, dalam terang ada cinta dan damai.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar