Kamis, 26 Januari 2017


Renungan oleh : Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari,
25 Januari 2017
Beberapa murid di sebuah sekolah dalam dua minggu terakhir ini sibuk berlatih untuk menghadapi sebuah perlombaan. Sebenarnya mereka benar-benar berlatih dan menyiapkan diri untuk berlomba hanya dalam minggu terakhir ini. Persiapan dalam waktu seminggu pasti bukan persiapan yang baik. Memang ada kesan pihak sekolah tidak serius untuk mengikuti perlombaan tetapi karena perlombaan diadakan oleh yayasan maka sekolah “terpaksa” ikut. Jadi keikut sertaan sekolah dalam lomba ini hanya sekedar terlibat dari pada tidak. Adalah hak sekolah untuk mengikut sertakan peserta didiknya dalam sebuah lomba atau tidak, dengan berbagai pertimbangan. Perlombaan bukan soal menang kalah, juara atau tidak juara semata, tetapi perlombaan harus dilihat sebagai bagian pendidikan dan penanaman nilai. Ada banyak nilai yang dapat ditanamkan dan diperjuangkan bagi peserta didik dalam perlombaan. Salah satu nilai adalah nilai ksatria; dalam perlombaan perlu persiapan yang baik, butuh perjuangan yang luar biasa, menghargai lawan bertanding dan tidak melihat mereka sebagai musuh, mentaati peraturan pertandingan, dan apabila kalah berani mengakui bahwa lawan lebih baik. Dengan demikian melihat perlombaan selalu dalam kerangka pendidikan.
Daoed Joesoef dalam tulisan di Harian Kompas hari ini di bawah judul “Memikir Ulang Pendidikan” mengatakan: Pendidikan bertujuan mengetahui bukan fakta, melainkan nilai. Adalah suatu keniscayaan, menurut Einstein, bahwa siswa/mahasiswa mendapat pemahaman dan perasaan tentang nilai. Dia perlu memperoleh makna yang jernih mengenai keindahan dan kebaikan moral. Jika tidak dengan pengetahuannya yang spesialistis dia akan lebih mirip dengan a well trained dog than a harmoniously developed person, orang yang berilmu pengetahuan tetapi tanpa karakter yang baik.
Tampaknya para pendidik terjebak dengan tekanan kurikulum sehingga lupa menggali dan memperjuangkan penanaman nilai-nilai bagi peserta didik. Kesadaran para pelaku pendidikan bahwa pendidikan peserta didik adalah pendidikan generasi masa datang. Dengan demikian peserta didik yang adalah generasi masa depan bangsa menjadi korban dari sebuah system pendidikan. 

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar