Catatan di Penghujung Hari
26 Januari 2017
26 Januari 2017
Film drama
musical yang menarik berjudul “La la land” sekarang sedang beredar di
sejumlah gedung bioskop. Film ini menarik bukan hanya karena menyuguhkan
lagu-lagu dan tarian yang indah akan tetapi lebih dari itu Film ini
mengangkat cerita yang menarik dan inspiratif. La la land berkisah
tentang perjuangan orang yang mengejar mimpi. Digambarkan bagaimana para
tokoh utama yang mengejar mimpi ini jatuh bangun, bagaimana mereka
bergulat dengan daya tahan mereka dan
bagaimana mereka harus berhadapan dengan godaan untuk melarikan diri
dari mimpi mereka. Dengan tidak menggurui film La la land mendidik para
penonton untuk menangkap dan menginternalisasi nilai kehidupan. Mimpi
harus dikejar dan diperjuangkan, dan hanya mereka yang punya daya juang
dan daya tahan yang tinggi mampu menggapai mimpi.
Kisah inspiratif dan penanaman nilai kehidupan dari film La la land berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkan oleh beberapa lembaga penyelenggara pendidikan di negeri ini. Beberapa Minggu ini marak pemberitaan tentang kekerasan di beberapa tempat penyelenggara pendidikan. Dan kekerasan itu berujung dengan kematian. Kisah pilu diangkat oleh Harian Kompas hari ini. Kisah tentang Asyam mahasiswa UII yang meninggal diduga akibat kekerasan para seniornya. Keikut sertaan Asyam dalam kegiatan diksar organisasi pecinta alam UII adalah salah satu sarana yang dia pilih untuk menempa diri dalam rangka menggapai mimpinya. Ia telah mencanangkan mimpinya untuk melanjutkan kuliah di Oxford University. Ia telah menyusun langkah-langkah untuk menggapai mimpi itu. Namun justru sarana untuk menempa diri dari tempat ia menuntuk ilmu telah merenggut mimpinya. Kisah pilu sebagaimana dialami oleh Asyam sudah dialami oleh banyak orang sebelumnya. Tempat-tempat yang dipilih untuk menggapai mimpi telah merenggut mimpi. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu didengungkan stop kekerasan di lembaga-lembaga pendidikan, akan tetapi sekarang masih juga terjadi. Alasan yang muncul selalu: “ kami kecolongan".
Penyelenggara pendidikan adalah tempat dimana peserta didik diajak untuk bermimpi, membangun mimpi dan menyiapkan diri dengan memberi bekal ilmu serta cara hidup (way of life) yang bermartabat untuk menggapai menggapai mimpi. Betapa mengerikan dan mengenaskan bila penyelenggara pendidikan justru menjadi tempat dimana peserta didik direnggut mimpinya?
Kisah inspiratif dan penanaman nilai kehidupan dari film La la land berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkan oleh beberapa lembaga penyelenggara pendidikan di negeri ini. Beberapa Minggu ini marak pemberitaan tentang kekerasan di beberapa tempat penyelenggara pendidikan. Dan kekerasan itu berujung dengan kematian. Kisah pilu diangkat oleh Harian Kompas hari ini. Kisah tentang Asyam mahasiswa UII yang meninggal diduga akibat kekerasan para seniornya. Keikut sertaan Asyam dalam kegiatan diksar organisasi pecinta alam UII adalah salah satu sarana yang dia pilih untuk menempa diri dalam rangka menggapai mimpinya. Ia telah mencanangkan mimpinya untuk melanjutkan kuliah di Oxford University. Ia telah menyusun langkah-langkah untuk menggapai mimpi itu. Namun justru sarana untuk menempa diri dari tempat ia menuntuk ilmu telah merenggut mimpinya. Kisah pilu sebagaimana dialami oleh Asyam sudah dialami oleh banyak orang sebelumnya. Tempat-tempat yang dipilih untuk menggapai mimpi telah merenggut mimpi. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu didengungkan stop kekerasan di lembaga-lembaga pendidikan, akan tetapi sekarang masih juga terjadi. Alasan yang muncul selalu: “ kami kecolongan".
Penyelenggara pendidikan adalah tempat dimana peserta didik diajak untuk bermimpi, membangun mimpi dan menyiapkan diri dengan memberi bekal ilmu serta cara hidup (way of life) yang bermartabat untuk menggapai menggapai mimpi. Betapa mengerikan dan mengenaskan bila penyelenggara pendidikan justru menjadi tempat dimana peserta didik direnggut mimpinya?
Iwan Roes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar