Senin, 09 Januari 2017



Renungan oleh: Romo Rusbani Setiawan BS.

Catatan di Pehujung Hari 09 Januari 2017 
Dalam perjalanan ke Jakarta dengan kereta api, saya mendengarkan (lebih tepatnya ikut mendengar) pembicaraan penumpang sebelah dengan penumpang di depannya. Serang pemuda dengan 2 anak ini bercerita bahwa ia pergi ke Jakarta untuk bekerja menjadi sopir pribadi. Selama ini sudah bekerja di usaha milik kakaknya, akan tetapi demi harga dirinya setelah 5 tahun dia bekerja dengan kakaknya ia memutuskan untuk pergi. Awal mula dia bekerja di tempat usaha milik kakaknya karena diminta membantu usaha kakaknya, dan dia mendapatkan gaji dengan bekerja itu. Akan tetapi dengan berjalannya waktu sikap kakaknya semena-mena dengan dia. Kakaknya mudah sekali marah dengan dia dan setiap kali marah selalu menyebut jasa-jasanya. Kakaknya selalu merasa berjasa menghidupi adiknya itu dan tidak pernah melihat bahwa adiknya punya andil membantu mengembangkan usaha kakanya hingga menjadi besar. Dan yang membuat dia lebih jengkel adalah kakaknya selalu merasa berhak untuk mencampuri urusan keluarganya. Sebenarnya sudah lama dia ingin pergi akan tetapi karena orang tuanya selalu meminta dia untuk sabar maka dia bertahan. Sampai pada saat ini dia sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk pergi. Dia mengatakan bahwa harga dirinya telah diinjak-injak oleh kakaknya karena kakaknya sudah membantunya. Dalam kehidupan ini berapa banyak orang yang menerima bantuan dan yang karena bantuan yang diterimanya terlukai harga dirinya. Berapa banyak orang yang membantu dan karena kemampuannya untuk membantu lalu menguasai orang yang dibantunya. Betap sering kata ikhlas terucap dari mereka yang memberi bantuan? Akan tetapi dalam prakteknya hukum utang piutang berjalan. Mereka yang memberi bantuan seperti memberi piutang budi sehingga apabila bermasalah dengan yang diberi bantuan akan menuntut balas budi itu atau minimal menunjukkan kuasanya dengan menyebut sejumlah piutang budi yang telah ia tanam. Sehingga dengan demikian piutang budi menjadi senjata ampuh untuk melukai atau menghilangkan harga diri mereka yang dibantunya. Master Cheng Yen, pendiri Buddha Tzu Chi mengajarkan kepada pengikutnya agar setiap kali memberi bantuan hendaklah memberi hormat kepada yang menerima bantuan. Menurutnya orang yang menerima bantuan itu berjasa kepada yang memberi bantuan; karena dengan menerima bantuan memberi kesempatan kepada yang memberi bantuan untuk berbuat baik. Maka dalam ajaran itu memberi bantuan bukan memberi piutang budi dan juga bukan untuk menguasai, melainkan justru memuliakan dan mengucap syukur kepada yang menerima bantuan. Andai setiap orang yang memberi bantuan melakukan itu betapa banyak orang yang dimuliakan dan betapa bahagia orang menerima bantuan. Bagaimana dengan aku? Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar