Minggu, 15 Januari 2017


Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan
Catatan di Penghujung Hari
15 Januari 2017
Berita harian Kompas hari ini dalam berita tentang debat tiga pasangan calon Gubernur DKI mengutip pendapat Triyono Lukmantoro yang memberikan penilaian bahwa banyak netizen yang aktif memberikan komentar belum diimbangi dengan kedalaman pendapat mereka. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebagian pengguna internet cenderung menyoroti tampilan fisik dan kelemahan calon tetapi belum sampai ke program yang ditawarkan. Tampaknya cara melihat peristiwa atau sesuatu hanya sebatas fenomena atau yang nampak di permukaan semakin menggejala pada masa sekarang ini. Banyak orang merasa cukup puas dengan hal-hal yang tampak dipermukaan , hal-hal yang lebih dalam sering dilupakan atau diabaikan. Betapa banyak keputusan-keputusan yang bersifat pragmatis yang sekarang ini disodorkan ketengah masyarakat. Artinya hal-hal yang mendasar atau akarnya tidak tersentuh. Dengan demikian banyak masalah tidak bisa diselesaikan dengan baik karena yang diselesaikan hanya fenomenanya atau yang nampak dipermukaan.
Ada pepatah bahasa latin berkaitan dengan belajar yaitu non multa sed multum yang berarti bukan banyak tetapi mendalamnya, dan non scolae sed vitae discimus yang berarti kita belajar untuk hidup bukan sekedar untuk nilai. Pepatah yang pertama menegaskan pentingnya memperdalam sesuatu dalam belajar bukan berapa banyak yang dipelajari, sedang pepatah yang kedua menekankan motivasi belajar, belajar bukan untuk mendapatkan nilai tetapi belajar adalah belajar hidup, belajar untuk mendapatkan bekal menghadapai kehidupan. Mencermati pendidikan dasar dan menengah yang terjadi sekarang ini tampaknya dua pepatah itu tidak berlaku. Sekarang ini peserta didik diberi banyak pelajaran sebagai akibatnya tidak ada pendalaman dalam belajar. Disamping itu peserta didik terpukau dengan nilai bukan manfaat dari pelajaran untuk hidup mereka. Bahkan ada banyak sekolah pada semester genap hanya fokus mempersiapkan peserta didiknya untuk menghadapai Ujian Nasional.
Kalau hal seperti itu yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, maka tidak mengherankan kalau banyak orang mudah terpukau dengan fenomena atau hal-hal yang tampak dipermukaan dan enggan untuk mencari akar dari apa yang tampak. Tidak ada kemampuan dan sarana untuk melakukannya.
Seharusnya pendidikan yang tidak diberikan di sekolah akan diberikan di rumah. Akankah yang seharusnya itu terjadi ? atau kita kembali terjebak dengan “seharusnya”
Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar