Minggu, 22 Januari 2017


Renungan oleh : Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
19 Januari 2017
Investigasi Majalah Tempo No. 43 edisi 19-25 Desember 2016 mengangkat soal Obral Izin Sekolah Dokter. Maraknya pembukaan fakultas kedokteran ditengarai karena fakultas kedokteran merupakan lahan bagi universitas untuk meraup untung. Biaya kuliahnya lebih mahal ketimbang program studi lain. Maraknya pembukaan fakultas kedokteran tidak diimbangi dengan terselenggaranya pendidikan kedokteran yang bermutu. Berdasar data Kementrian Pendidikan Tinggi, pada tahun 2015 setengah dari 75 fakultas kedokteran menyandang akreditasi C. Sebagai akibat dari mutu yang kurang baik dari fakultas kedokteran yang menyandang akreditasi C banyak dokter yang tidak lulus ujian kompetensi sebagai syarat bagi calon dokter memperoleh surat tanda registrasi agar boleh menangani pasien. Pada bagian lain Dirjen Pendidikan Tinggi mengatakan bahwa adanya ijin pembukaan fakultas kedokteran baru karena masalah politik (baca: tekanan penguasa).
Banyak media masa baik cetak maupun elektronik memberitakan bahwa diberbagai wilayah Indonesia akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masih sulit dan tenaga dokter amat kurang.Dibukanya banyak fakultas kedokteran tentu menjadi harapan besar bagi masyarakat akan adanya kemudahan mendapat layanan kesehatan dan adanya pelayanan dari dokter. Namun bila melihat hasil investigasi Majalan Tempo, betapa mengerikan dampaknya bagi pelayanan kesehatan. Fakultas kedokteran sebagai lembaga pendidikan calon dokter seharusnya menghasilkan para dokter yang terdidik dengan baik dan mumpuni dalam bidangnya. Para dokter dalam sumpah hipokrates yang diucapkannya akan mengusahakan kehidupan sejak pada awalnya. Artinya dengan dokter yang terdidik baik dan mumpuni maka akan banyak kehidupan yang dapat diselamatkan. Dokter berurusan dengan kesehatan manusia bahkan dalam arti tertentu berurusan dengan hidup mati manusia. Masyarakat menggantungkan hidup matinya ketika mengalami masalah kesehatan kepada para dokter. Nah, apabila pendirian fakultas kedokteran mengambil jalan pintas dengan mengabaikan berbagai persyaratan untuk menjaga mutu para dokter berapa banyak masyarakat yang akan menjadi korban dari kegagalan pelayanan kesehatan.
Akankah saat berobat ke dokter harus bertanya lulusan fakultas kedokteran Universitas apa? Akankah mempercayakan hidup mati pada dokter “abal-abal”?
Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar