Selasa, 07 Maret 2017

Renungan: oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
7 Maret 2017

Berita harian Kompas hari ini di bawah judul Akademisi dan Pakar Menolak Revisi UU KPK memberitakan bahwa beberapa akademisi dan pakar hukum sepakat menolak revisi Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Oce Madril Peneliti di Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum UGM mengatakan ide-ide revisi UU KPK hanya akan memereteli kewenangan KPK. Sedang Pakar tindak pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih mengatakan bahwa kewenangan penyadapan selalu dipermasalahkan. Sementara korupsi masih merajalela, KPK tentu membutuhkan penyadapan sebagai salah stu alat untuk pembuktian. Penyadapan juga berfungsi sebagai efek jera agar orang yang ingin mencoba korupsi agar berpikir ulang.
​Sudah berungkali perdebatan muncul berkaitan usaha revisi UU KPK. Pokok persoalan adalah usaha revisi UU KPK disatu pihak sebagai upaya preventif agar KPK menjadi lembaga yang maha kuasa sedang dipihak lain melihat usaha revisi sebagai usaha untuk memereteli kewenangan KPK. Pada pihak yang ingin merevisi khawatir kalau kewengan yang ada pada KPK disalah gunakan untuk kepentingan politik atau penguasa sehingga banyak orang menjadi korban ketidak adilan. Sedang pihak yang menolak usaha memereteli kewenangan KPK akan menjadikan korupsi semakin merajalela. Sementara kewenangan masih ada saja belum memberi efek jera.
​Kecurigaan para penolak revisi bukan tanpa alasan. Sampai sekarang banyak kasus-kasus korupsi yang terungkap melibatkan para legislator. Dan diduga masih banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan para legislator belum terungkap atau sulit untuk diungkap dan dibuktikan. Terlebih usaha revisi UU KPK bertepatan dengan adanya pengungkapan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik yang kabarnya melibatkan banyak legislator dan petinggi-petinggi partai dan atau pejabat di negeri ini. Usaha-usaha untuk memereteli kewenangan KPK dalam usaha memberantas korupsi di negeri ini tindakan kejahatan untuk bangsa ini. Karena usaha itu menunjukkan mereka tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat tetapi kesejahteraan pribadi-pribadi. Kiranya yang dibutuhkan adalah regulasi fungsi kontrol dan evaluasi bagi kinerja KPK bukan regulasi yang berujung menumpulkan kewenangan KPK.
​Kalau para legislator, pejabat dan tokoh-tokoh itu bersih, jujur dan membela kepentingan masyarakat, mengapa takut disadap dan khawatir dengan kewenangan KPK?

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar