Selasa, 21 Maret 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
21 Maret 2017

Beberapa waktu yang lalu saat beberapa tempat di Kota Bandung dan beberapa tempat di Jawa Barat ditimpa musibah banjir, Salah satu pejabat pemerintah di Propinsi Jawa Barat mengatakan bahwa musibah banjir yang terjadi di beberapa tempat karena curah hujan yang tinggi. Maka beliau mengajak masyarakat untuk berdoa agar curah hujan tidak tinggi, sehingga tidak terjadi bencana banjir. Pernyataan pejabat Pemerintah Propinsi Jawa Barat tidak salah dan menunjukkan sikap sebagai orang beriman. Logika sederhana benar karena curah hujan yang tinggi maka terjadi bencana banjir, seandainya curah hujan tidak tinggi maka tidak terjadi bencana banjir. Sebagai orang beriman melihat bahwa tinggi rendahnya curah hujan ada pada kuasa Allah maka mohon agar Allah tidak memberi curah hujan yang tinggi sehingga bencana banjir tidak terjadi.
Kendati pernyataan pejabat Pemerintah Propinsi Jawa Barat tidak salah namun amat disayangkan bahwa pernyataan itu keluar dari seorang pejabat. Pernyataan itu bisa menjerumuskan pada sikap iman yang fatalistic. Artinya sikap beriman penuh pada Allah, berserah pada Allah dan melihat segala kejadian adalah kehendak Allah dan diterima begitu saja. Sikap beriman yang fatalistic cukup berbahaya karena mengabaikan salah satu rahmat Allah yang besar dan khas bagi manusia yaitu daya-daya kemanusiaan, seperti bernalar, mengembangkan diri, kebebasan dan lain sebagainya. Ketika daya-daya kemanusiaan itu diabaikan maka manusia cenderung untuk tidak berjuang dan pasrah menerima segala sesuatu sebagai takdir. Sikap semacam itu menjadikan manusia bukan manusia lagi. Menggunakan dan mengembangkan daya-daya kemanusiaan merupakan wujud rasa syukur, pujian, penghormatan dan pengabdian kepada Allah. Dengan kebebasannya manusia dimampukan untuk memilih dengan cara apa dan bagaimana menggunakan dan mengembangkan daya-daya kemanusiaan anugerah dari Allah agar dengan cara itu dirinya semakin mewujudkan syukur, pujian, penghormatan dan pengabdian kepada Allah.
Kembali pada contoh persoalan banjir. Sebagai orang beriman tidak cukup hanya memohon agar Tuhan tidak memberi curah hujan yang tinggi. Akan tetapi dengan daya-daya kemanusiaannya manusia mencari akar penyebab banjir dan mencari jalan keluar agar meskipun curah hujan tinggi tidak terjadi banjir, tetapi melihat curah hujan yang tinggi sebagai rahmat.
Agar manusia yang beriman tidak terjebak dalam ekstrem satu pihak sikap beriman yang fatalistic dan sikap beriman yang mengagungkan kemanusiaan melupakan Allah maka St. Ignatius Loyola mengatakan bahwa manusia dalam segala tindakan hendaknya sadar bahwa 100 persen apa yang kulakukan tidak pernah akan terjadi tanpa perjuangan maksimal menggunakan daya-daya kemanusiaanku tetapi pada saat yang sama percaya bahwa 100 persen apapun tidak akan terjadi tanpa kehendak dan rahmat Allah.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar