Minggu, 05 Februari 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
3 Februari 2017

Beberapa hari terakhir setelah sidang Ahok menghadirkan saksi Ketua MUI KH. Ma’aruf Amin, media sosial ramai memberitakan apa yang terjadi di ruang sidang pengadilan. Satu pihak memberitakan betapa tidak sopan dan tidak layaknya perilaku para penasehat hukum dan Ahok memperlakukan KH. Ma’aruf Amin. Di lain pihak memberitakan bahwa apa yang terjadi di persidangan adalah hal wajar dan tidak ada maksud untuk merendahkan KH. Ma’aruf Amin. Selain hal itu beredar pula klarifikasi dari Ahok dan permintaan maaf Ahok kepada KH. Ma’aruf Amin. Bahkan ada yang menulis bahwa permintaan maaf Ahok menyelamatkan marwah KH. Ma’aruf Amin. Berita dari dua belah sisi ini menjadi saling silang luar biasa. Semua adalah usaha, pada satu pihak usaha untuk menggalang opini bahwa Ahok dan pengacaranya telah melecehkan ulama besar yang berarti melecehkan umat Islam dan di lain pihak adalah usaha untuk meredam hal itu.
Menarik membaca slogan dalam iklan Kompas.id “Cerdas Baca Berita di Era Tsunami Informasi". Apa yang terjadi dengan hadirnya media sosial salah satunya adalah tsunami informasi. Dampak yang ditimbulkan sungguh luar biasa, sebagai contoh peristiwa yang dikenal dengan peristiwa 411 dan 212. Begitu banyak orang tergulung oleh tsunami berita penistaan agama. Semua orang yang terlibat dalam peristiwa 411 dan 212 meyakini bahwa telah terjadi penistaan agama. Mereka yang tergulung tsunami berita itu bukan hanya orang-orang yang tidak punya kemampuan bernalar atau orang yang berpendidikan sedang-sedang saja, melainkan banyak kaum terpelajar dan terdidik hebat terlibat didalamnya. Artinya tsunami telah menyebabkan orang tidak lagi bernalar dengan jernih.
Cerdas membaca berita mengandaikan kemampuan bernalar yang jernih, artinya dalam mensikapi berita berani kritis terhadap isi berita maupun perasaan pribadi yang timbul akibat membaca berita tersebut. Namun bagaimana kecerdasan berhadapan dengan tsunami berita yang begitu dahsyat. Kebiasaan bernalar jernih dan kritis adalah syarat agar tidak tergulung oleh tsunami berita. Atau tidak usah membaca berita ya, agar tidak terkena tsunami?

Iwan Roes


Tidak ada komentar:

Posting Komentar