Kamis, 23 Februari 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
 
Catatan di Penghujung Hari
23 Februari 2017

Di Harian Kompas hari ini dibawah judul Praktik Demokrasi Kebablasan, memberitakan bahwa menurut Presiden Joko Widodo praktik demokrasi di Indonesia sudah kebablasan dan praktik politik yang dilaksanakan telah membuka peluang terjadinya artikulasi politik ekstrem, seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, terorisme serta ajaran lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Presiden menegaskan saat ini Indonesia masih bersatu. Namun perlu pembenahan terutama terkait pemahaman Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan rukun dalam keberagaman. Untuk mengatasi demokrasi yang kebablasan kuncinya adalah penegakan hukum.
Dalam negara demokrasi rakyat punyak hak untuk menyuarakan pendapat dengan bebas. Kebebasan berpendapat dilindungi oleh konstitusi. Namun demikian penggunaan kebebasan tidak berarti sebebasnya menurut kepentingan sendiri atau kelompoknya tanpa memperhitungan hak orang lain. Dari apa yang dikatakan Presiden jelas bahwa kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan kehendak harus dalam koridor yang telah ada. Koridornya adalah ideologi Pancasila, pemahaman tentang Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, dan rukun dalam keberagaman. Maka kalau ada usaha-usaha menggunakan kebebasan dengan keluar dari koridor itu berarti telah melawan hukum, dan harus ada penindakan hukum atasnya.
Demokrasi yang kebablasan bisa terjadi salah satu sebabnya adalah lemahnya penegakan hukum. Apabila hukum dijalankan dengan benar dan tegas maka hal-hal yang mengarah ke kebablasan dapat dicegah sebelum menjadi besar. Semakin lemah penegakan hukum semakin banyak yang coba-coba untuk keluar dari koridor yang ada. Dan apabila semakin jauh kebablasannya sulit untuk mengembalikannya karena menjadi hilang ujung pangkalnya.
Koridornya jelas, maka tinggal ketegasan dalam penegakan hukum.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar