Catatan di Panghujung Hari
20 Februari 2017
Selama 2 hari kami anggota Komisi
Kerawam KWI mengunjungi Labuan bajo. Kami menikmati keindahan ibu kota
Manggarai Barat. Di samping menikmati keindahan kota, kami menikmati perjalanan
dengan kapal untuk menikmati keindahan puncak pulau Padar, pulau Komodo dan
Pink Beach. Sepanjang perjalanan kami menikmati laut yang indah dan keindahan
pulau-pulau kecil. Kota Labuan Bajo sekarang telah menjadi destinasi wisata
tidak hanya lokal tetapi juga internasional. Banyak turis asing yang
mengunjungi Labuan Bajo dengan segala destinasi wisatanya. Salah satu
keistimewaan Labuan Bajo adalah adanya habitat Komodo di pulau Rinca dan pulau
Komodo.
Dalam perbincangan dengan beberapa rekan di sana, kami ketahui bahwa
tanah-tanah sepanjang pantai dan pulau-pulau di Labuan Bajo telah habis dibeli
oleh para pemilik modal, dan sebagian besar dimiliki orang asing. Selain tanah
dan pulau, beberapa hotel dan restoran juga dimiliki dan dikelola oleh orang
asing. Dengan banyak minat berinvestasi khususnya tanah di Labuan Bajo
menyebabkan harga tanah menjadi amat tinggi, akibatnya masyarakat lokal menjadi
tidak mampu untuk membeli tanah di sana. Dengan demikian masyarakat lokal akan
semakin terdesak ke tempat-tempat yang jauh dari pantai dan dari kota. Selain
ketidak mampuan untuk membeli tanah, masyarakat lokal juga tidak mempunyai
kemampuan finansial untuk membangun usaha, sehingga mereka hanya akan menjadi
pekerja. Tentu semua itu menimbulkan keprihatinan sebagaimana terjadi dibanyak
daerah yang mulai tumbuh perekonomiannya, dimana masyarakat lokal menjadi
“korban”. Namun, keprihatinan yang paling besar dan mengerikan adalah
seandainya semua dikuasai orang asing sehingga menyebabkan kita menjadi tamu di
negeri sendiri. Sudah banyak contoh tempat-tempat wisata yang “dikuasai” orang
asing sehingga orang Indonesia sulit untuk menikmati kawasan wisata itu atau
kalau menikmati harus membayara dalam dolar atau euro.
Perlu sebuah regulasi yang jelas dan tegas agar destinasi-destinasi wisata
tetap dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat
Indonesia tidak menjadi tamu di negeri sendiri. Kalau tidak, maka ada bentuk
“penjajahan” baru.
Iwan Roes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar