Minggu, 12 Februari 2017

Renungan : Oleh Romo Rusbani Setiawan BS.

Catatan di PenghujungHari 11 Februari 2017
Di media sosial muncul pernyataan dari seorang Kiai tersohor yang dikutip oleh banyak orang dan disebarkan. Pernyataan itu mengatakan “jangan memilih pemimpin non muslim meskipun dia itu jujur, baik, dan tidak korupsi. Lebih baik memilih pemimpin muslim meskipun dia itu tidak jujur, tidak baik, dan korupsi”. Wow, dahsyat pernyataan itu!. Tentu sah bagi siapapun untuk membuat pernyataan, apalagi pada masa kampanye sekarang ini. Kalau betul pertanyaan itu muncul dari seorang pemimpin umat atau tokoh agama, apakah itu tidak mengerikan. Mau dibawa kemana umat dan bangsa ini. Pemilihan Kepala Daerah adalah memilih seorang pemimpin daerah. Sudah pasti kriterianya adalah memilih pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang mampu melayani masyarakat dan menjadikan masyarakat di daerahnya damai, makmur dan sejahtera. Untuk mendapatkan pemimpin yang semacam itu butuh syarat minimal yaitu jujur, punya integritas, punya kapabilitas, punya kredebilitas moral dan menjunjung keadaban publik. Maka dalam pemilu dibutuhkan kehendak dan kemauan seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih untuk memilih pemimpin yang menghantar daerahnya menuju kesejahteraan bersama. Dalam konteks tersebut seharusnya setiap pemilih harus berani membongkar sekat-sekat sekterian. Artinya berani memilih calon pemimpin yang bukan dari golongannya kalau dia benar-benar memenuhi kriteria pemimpin yang baik. Bukan sebaliknya siapapun dia bahkan sejelek apapun dia asal dari golongan saya maka saya pilih. Kalau pemimpin atau tokoh umat menganjurkan sesuatu yang salah demi kepentingan satu golongan maka pemimpin ini menyesatkan. Kalau pemimpin atau tokoh umat menyesatkan bukankah lebih baik batu kilangan dikalungkan dilehernya dan dibuang ke laut?
 
Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar