Rabu, 26 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS
Catatan di Penghujung Hari
26 April 2017

Beberapa tahun lalu dunia olah raga sepak bola Indonesia gempar dengan adanya sepak bola gajah. Sepak bola gajah bukan berarti gajah-gajah yang bermain sepak bola tetapi ini sebuah istilah untuk menyebut pertandingan sepak bola yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Umumnya dalam setiap pertandingan sepak bola setiap kesebelasan pasti ingin memenangkan pertandingan. Akan tetapi ada kejadian bahwa dalam pertandingan tidak ada tim yang mau menang akan tetapi ingin kalah sehingga terjadi pemain memasukkan gol ke gawang sendiri demi mendapatkan kekalahan. Pertandingan sepak bola semacam ini yang disebut sebagai sepak bola gajah. Kesebelasan yang memainkan sepak bola gajah sering kali bertujuan untuk menghindari bertemu dengan kesebelasan yang lebih kuat atau ingin menyingkirkan kesebelasan lain karena ada kesepakatan dengan kesebelasan lain. Apa yang terjadi selalu ada uang dibaliknya.
Mencermati beberapa pemilihan kepala daerah, di beberapa daerah terjadi pemilihan kepala daerah tidak berdasarkan integritas, kapabilitas dan kualitas pribadi calon kepala daerah. Kampanye tidak menonjolkan tawaran program kerja dan kualitas calon akan tetapi lebih menonjolkan pokoknya jangan pilih orang itu. Sebaik apapun orang itu pokoknya jangan dipilih. Apa yang mendasari cara pilih semacam itu adalah isu-isu rasial. Sehingga ketika terjadi pemilihan ada upaya-upaya masif bahkan bila perlu dengan ancaman agar masyarakat tidak memilih orang itu. Dan sering kali terjadi orang yang punya integritas, kapabilitas dan kualitas yang baik, kalah dengan orang yang kurang dalam hal kualitas, kapabilitas dan integritas karena dasarnya “pokoknya bukan orang itu”. Tampaknya pola pemilihan kepala daerah semacam itu akan terjadi dan diikuti diberbagai daerah yang mengadakan pemilihan kepala daerah. Pertanyaannya adalah demokrasi macam apa ini?
Jawabnya sederhana demokrasi gajah.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar