Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Ujung Hari
10 April 2017
10 April 2017
Membaca berita
berkaitan dengan Pilkada DKI, baik di media cetak maupun on line
menimbulkan kegundahan, kecemasan sekaligus membosankan. Pemilih
digiring ke kandang pengkotakan kafir dan bukan kafir, Dalam berbagai
kesempatan tidak hanya anjuran untuk memilih tetapi lebih dari itu ada
baiat, dengan konsekuensi yang mengerikan. Belum selesai pengkotakan
kafir dan bukan kafir muncul berita mengatas namakan pendeta dan
komunitas agama nasrani menyatakan
mendukung salah satu pasangan calon. Bahkan untuk menyatakan dukungannya
menggunakan legitimasi ayat-ayat alkitab. Sementara paslonnya bicara
soal persatuan bangsa dan kebhinekaan negeri ini. Mendasarkan sejarah
perjuangan bangsa berbicara tentang persatuan dan kebhinekaan sementara
dibalik itu ada penggiringan ke pengkotak-kotakan warga masyarakat.
Betapa mengerikan perilaku beberapa orang yang menyebut diri agamawan dan dengan legalitas itu membawa-bawa Allah untuk mendukung kepentingan politik pribadi dan golongannya. Bukan hanya membawa Allah tetapi menggiring umat Allah dengan legalitas yang melekat pada dirinya sebagai yang dekat dengan Allah untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Membayangkan para pendiri bangsa berdebat, berdiskusi tentang Dasar Negara Pancasila khususnya berkaitan dengan Piagam Jakarta. Halnya adalah persoalan agama dan para penganut agama. Pasti ada perdebatan yang sengit dan luar biasa, namun ketika titik tolak perdebatan adalah kepentingan bangsa dan bukan kepentingan pribadi dan golongan maka perdebatan yang sengit dapat berakhir dengan damai dan menghasilkan Dasar Negara sebagaimana kita kenal sekarang. Oleh karenanya betapa menyakitkan saat berbicara tentang persatuan bangsa dan kebhinekaan negeri ini namun dibalik itu mengabaikan kepentingan bangsa, demi kepentingan pribadi dan golongan.
Negeri ini menjadi negeri yang sakit karena banyak orang sakit berpentas dan menyingkir orang yang sehat. Negeri ini menjadi negeri gila karena banyak orang gila yang sedang menjadi dan atau berjuang menjadi aktor sehingga orang yang waras telah dianggap gila.
Betapa mengerikan perilaku beberapa orang yang menyebut diri agamawan dan dengan legalitas itu membawa-bawa Allah untuk mendukung kepentingan politik pribadi dan golongannya. Bukan hanya membawa Allah tetapi menggiring umat Allah dengan legalitas yang melekat pada dirinya sebagai yang dekat dengan Allah untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Membayangkan para pendiri bangsa berdebat, berdiskusi tentang Dasar Negara Pancasila khususnya berkaitan dengan Piagam Jakarta. Halnya adalah persoalan agama dan para penganut agama. Pasti ada perdebatan yang sengit dan luar biasa, namun ketika titik tolak perdebatan adalah kepentingan bangsa dan bukan kepentingan pribadi dan golongan maka perdebatan yang sengit dapat berakhir dengan damai dan menghasilkan Dasar Negara sebagaimana kita kenal sekarang. Oleh karenanya betapa menyakitkan saat berbicara tentang persatuan bangsa dan kebhinekaan negeri ini namun dibalik itu mengabaikan kepentingan bangsa, demi kepentingan pribadi dan golongan.
Negeri ini menjadi negeri yang sakit karena banyak orang sakit berpentas dan menyingkir orang yang sehat. Negeri ini menjadi negeri gila karena banyak orang gila yang sedang menjadi dan atau berjuang menjadi aktor sehingga orang yang waras telah dianggap gila.
Iwan Roes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar