Minggu, 16 April 2017

Renungan : oleh Romo Rusbani Setiawan BS.
Catatan di Penghujung Hari
14 April 2017

Beberapa kali dalam perbincangan dengan teman setelah melihat film, muncul gurauan: ”Wah film bagus tetapi tidak menarik, karena ending-nya menyedihkan.” Sebuah gurauan yang mengungkapkan keinginan orang yang menonton film agar film selalu berakhir dengan kebahagiaan. Kiranya keinginan orang terhadap film merupakan harapan semua orang agar drama kehidupan yang sedang dan akan dijalanin berkhir dengan kebahagiaan. Hari-hari ini umat katolik memasuki perayaan tri hari suci, memperingati, mengenang dan menghadirkan lagi sebuah drama kehidupan yang ditampilkan oleh Yesus. Sebuah drama kehidupan yang berakhir menyedihkan, sebuah drama kehidupan yang absurd, sehingga terungkap bahwa drama itu berakhir dengan hina kata orang Yahudi dan tidak masuk akal (kebodohan) bagi orang Yunani.
Drama kehidupan menampilkan Yesus yang hadir dalam sejarah kehidupan manusia. Drama itu menunjukkan misi Yesus yang tampak dari seluruh karya, sabda dan hidupNya. Ada dua misi yang diembanNya yaitu mewartakan kepada dunia bahwa Allah adalah cinta dan penuh kerahiman serta memberi teladan akan bentuk ketaatan kepada kehendak Allah. Oleh karena itu lewat hidupNya melalui karya dan sabdaNya, Ia mengungkapkan betapa mulia manusia itu di hadapan Allah, dan betapa besar cinta Allah kepada manusia, maka semua hal yang membelenggu manusia harus dilenyapkan. Ia melawan berbagai aturan-aturan dan adat istiadat yang menjadikan manusia seperti binatang yang terikat dalam kuk; Ia melabrak tokoh-tokoh agama bahkan tokoh-tokoh terhormat golongan Imam Agung dan Ahli Taurat yang mempermainkan hukum Allah demi kepentingan pribadi dan golongannya; Ia menegur keras para tokoh masyarakat dan pejabat masyarakat yang memeras dan berlaku tidak adil bagi masyarakat. Maka apa yang dilakukanNya menimbulkan kebencian bagi banyak orang yang dirugikan dan dipermalukan oleh kehadiranNya. Kebencian itu menimbulkan konspirasi untuk menyingkirkan dan membunuhNya.
Setelah berungkali konspirasi jahat untuk menyingkirkan Yesus itu gagal, akhirnya tiba saatnya Ia ditangkap dan dihukum mati di kayu salib. Mengapa Ia tidak menghindar, sebagaimana selama ini Ia bisa meloloskan diri? Dia tahu dan sadar betul hanya dengan jalan itu misinya untuk mewartakan cinta dan kerahiman Allah menjadi sempurna. Kenapa Ia yang begitu berkuasa dan hebat tidak melawan bukankah dengan satu perkataan saja buah doanya kepada Allah dapat mengalahkan semuanya? Ia mewartakan bahwa Allah adalah cinta dan rahim. Kejahatan manusia sebesar apapun tidak pernah mengurangi dan menyurutkan cinta dan kerahiman Allah. Ia melawan segala bentuk kejahatan, akan tetapi bukan dilawan dengan kejahatan; Kejahatan dan kekerasan Ia lawan dengan cinta dan kerahiman, karena Ia tahu manusia tidak jahat akan tetapi karena ketidak tahuannya akan kebaikan membuat manusia menjadi jatuh dalam kejahatan. Jika kejahatan dilawan dengan kejahatan dan atau kekerasan dilawan dengan kekerasan, maka hanya akan menjadikan manusia semakin terpuruk dalam kegelapan yang membutakan dari kebaikan dan arti kerahiman.
Berhasilkah Ia bertempur melawan kejahatan dengan cinta dan kerahiman? Bukankah mereka yang pernah mengalami cintaNya berteriak: ”Salibkan Dia!” bukankah muridNya mengkhianati, menyangkalNya dan lari meninggalkan Dia? Tidakkah Ia kesepian dan berteriak memanggil Allah yang terasa meninggalkan? Tampaknya Ia gagal, namun kematianNya dalam kesunyian dan kesendirian menunjukkan cinta dan kerahiman Allah cinta yang begitu besar; dan disaat yang sama Ia menuntaskan misinya dengan sempurna. Oleh karenanya Ia dibangkitkan dari kematian.
Perayaan tri hari suci bagi umat katolik adalah perayaan cinta dan kerahiman Allah. Di saat yang sama adalah saat merefleksikan hidupku pertama apakah dalam diriku selalu tumbuh dan berkembang cinta dan kerahiman dan selanjutnya sebuah penegasan ketaatan pada Allah walau sering nampak sia-sia dan bodoh tetapi berbuah rahmat.

Iwan Roes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar