Senin, 21 September 2009

PETA MENUJU TAMAN DOA TEBAR KAMULYAN


Bagi Peziarah yang datang dari arah Jakarta lewat jalan Tol Cikampek, begitu keluar dari pintu Tol Sadang langsung saja ambil arah ke kota Subang, dari Sadang ke Subang kurang lebih 30 km dengan melewati jalan yang kadang dikanan kiri dihiasi hutan karet yang rindang dan sejuk, juga berderet toko-toko yang menyediakan berbagai jajanan khas kota Subang. Awal masuk kota Subang ditandai dengan adanya kawasan Kompleks Militer 312 Kala Hitam, silahkan ambil arah jl. Wera dan dari sini bisa langsung mengikuti jalur sesuai pada Peta diatas.
Bagi peziarah yang datang dari arah Bandung setelah melalui Lembang, serta beberapa obyek wisata diantaranya Gunung Tankubanprahu, pemandian air panas Sariater, kondisi jalan berkelok kelok yang dihiasi hamparan kebun teh, kelapa sawit dan berderet-deret kios yang menjajakan buah nenas (daerah ini memang sentra buah nenas)di pertigaan Jalan cagak/ Patung Nenas, ambil kearah kiri (arah kota Subang) kalau ambil arah lurus menuju Sumedang, dari Jalan Cagak ke Subang kurang lebih 15 km, setelah melewati jalan yang terbagi 2 jalur dengan pembatas jalan ditengah-tengahnya (namanya kawasan Ranggawulung)pada jarak kurang lebih 1km, masuk Jl. A. Yani ada Perempatan pertama (di salah satu sudut terdapat Gedung Wisma Karya), langsung ambil arah kanan, ada alun-alun lurus aja, Gereja GPIB/ Maranatha kanan, ketemu SMPN 2 kanan (Jl. Natasukarya) setelah melewati GOR, disebelah kanan akan Anda temui Kompleks Gereja Katolik Kristus Sang Penabur Subang dimana terdapat "Taman Doa Bunda Kristus TEBAR KAMULYAN".
Bagi yang datang dari arah Kadipaten lewat Cikamurang, pada jalur ini akan banyak ditemui hutan jati dikanan kiri jalan, begitu masuk daerah Subang setelah ketemu perempatan pertama, ke kanan Arah Pamanukan, Kalau lurus ke Jakarta, langsung aja ke kiri arah Kota Subang. dari sini bisa langsung mengikuti jalur yang ada di peta yang ada.,begitu juga yang datang dari arah Pamanukan setelah perempatan ini tinggal arah lurus bisa lewat Otista, alun-alun terus kekiri atau perempatan pertama langsung ke arah kiri melalui jalan DI Panjaitan.

Sabtu, 19 September 2009

Gedung Gereja Katolik Kristus Sang Penabur Subang

Hadiri Misa Malam Tirakatan bulan NOVEMBER 2009 di Taman Doa."TEBAR KAMULYAN" Subang



Misa malam Tirakatan untuk bulan Oktober 2009 akan diselengarakan :
Hari : Kamis
Tanggal : 12 November 2009
Jam : 22.30
Tema : KASIH TAK BERKESUDAHAN
Dipimpin Oleh : Pst. HARRIS HERMAWAN,OSC
dari PRATISTA Jl. Masturi 591, Cisarua - Cimahi JAWA BARAT

Untuk konfirmasi kehadiran bagi yang akan hadir berrombongan (lebih dari 20 orang)dimohon untuk menghubungi:
Bpk. Rudi Susanto TLP. 08122335666 atau langsung ke Pastor Paroki (pst. Handi )
pada line telephone : (0260) 421805

Rabu, 16 September 2009

Jadual Misa Malam Tirakatan Tahun 2009

Misa Tirakatan Bersama Mgr. Johannes Pujasumarta 30Juli2009









Latar Belakang Diselenggarakan Misa Tirakatan

DI GUA MARIA BUNDA KRISTUS TEBAR KAMULYAN
PADA TIAP MALAM JUM’AT KLIWON

Kenapa dipilih waktu penyelenggaraan Misa pada malam Jum’at Kliwon ? Apa berbau klenik ?. dan bukankah waktu tersebut merupakan waktu yang paling ditakuti sebagian besar untuk beraktifitas terutama diluar rumah ? , Kenapa umat Subang memilih hari itu ?. Sudah barang tentu Pengurus Dewan dan Pemuka Jema’at disini bukan sekedar mengikuti tradisi atau adat tapi ada pemikiran yang melatar belakanginya.
Kalau kita tilik lebih lanjut “Malam Jum’at Kliwon” adalah perpaduan antara penghitungan waktu menurut Surya Sengkala dan Candra Sengkala. Surya sengkala merupakan perhitungan waktu menurut Bumi mengelilingi Matahari sedangkan Candra Sengkala adalah penghitungan waktu menurut Bulan mengelilingi Bumi , Nama-nama hari menurut bahasa sansekerta adalah 1. Dite, 2. Soma, 3. Anggara,4. Budha, 5. Respati, 6. Sukra dan 7. Tumapak atau dalam bahasa Nasional Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis Jum’at dan Sabtu sedangkan menurut Candra Sengkala nama hari ada lima yaitu Legi(Manis), Pahing, Pohon (Pon), Wage dan Kaliwon( Kliwon).
Malam Jum’at mengingatkan kita akan malam sebelum Yesus menderita dan disiksa, malam itu Yesus merasakan penderitaan yang luar biasa, malam itu juga kita sudah selayaknya turut berjaga-jaga bersama Yesus dan murid-muridNya, (Yesaya 53, 3-5) menyebutkan dengan bilur-bilur Yesus engkau ditebus dan disembuhkan , hingga wafatnya Yesus pada hari Jum’at.
Sedang Kliwon atau Kaliwon terdiri dari dua kata yaitu .Kali dan Awuan . Kali artinya kala atau saat, dan Awuan artinya peleburan, penghancuran atau penghapusan.
Dengan demikian bilamana kita melakukan suatu kegiatan ritual pada Malam Jum’at Kliwon artinya kita perlu memeriksa diri, dan berharap kita beroleh peleburan/ penghapusan dari segala dosa dan kesalahan . Dengan demikian suasana hati kita menjadi lebih siap dan pantas menerima segala rahmat dari Allah.
Semoga dengan penjelasan ini, kita tidak berpikiran negatif terhadap kegiatan yang dilakukan pada setiap Malam Jum’at , ataupun Malam Jum’at Kliwon. Terima Kasih

Petikan diatas terungkap pada saat kami berdiskusi dengan Pastor Agustinus Made, OSC

Selasa, 15 September 2009

Suasana peziarah mei 2009












View Taman Doa "TEBAR KAMULYAN"














SEJARAH TAMAN DOA "TEBAR KAMULYAN"





Gambar atas adalah Gua Maria, tengah Prosesi pemindahan patung Bunda Maria Jum'at 7 April 2006,
dan gambar bawah adalah Kenangan Umat Subang Pada saat Ziarah ke
Gua Ratu Kenyo, Danan Wonogiri - Jawa Tengah


“ SEJARAH GUA MARIA
BUNDA KRISTUS TEBAR KAMULYAN”

Pada mulanya kawasan Kota Subang terdiri dari hutan karet, tak terkecuali daerah yang saat ini menjadi kawasan Gereja Katolik Subang. Menurut cerita orang – orang kampung, semasa kawasan Gereja Katolik masih berupa hutan karet, terdapatlah jalan setapak yang di salah satu sisi ditumbuhi satu pohon beringin besar yang sering digunakan sebagai pusat pemujaan bagi orang kampung kepada Dewi Pohaci. Yaitu dengan cara membakar batang padi (“merang”) serta memberi sesembahan berupa kelapa muda, makanan serta rampe-rampe . Di tanah Pasundan Dewi Pohaci dipercaya oleh penganutnya sebagai lambang kelembutan, kesuburan dan perlawanan terhadap kekerasan. Dimana pemujaan terhadap Dewi-dewi diyakini sebagai pewahyuan Tuhan kepada semua bangsa dengan tingkat bentuk yang paling sederhana. Untuk selanjutnya kebiasaan dan pemikiran seperti itu diwujudkan dalam berbagai ritus.
Awal keberadaan Gua Maria di Paroki Subang sekitar tahun 1985 atas prakarsa dari Perkumpulan Remaja Katolik Subang (PRKS) dan diresmikan oleh Uskup Bandung Mgr. A.S. Djaja Siswaja,Pr. yang pada waktu itu letaknya didepan Gereja disisi samping kanan Pasturan yang tidak jauh dari jalan raya. Kondisi demikian dirasa kurang memadai sebagai tempat untuk berdoa.
Apalagi pada saat itu banyak kegiatan mudika/ remaja yang memanfaatkan Gua Maria sebagai tempat berkumpul. Pada masa itu menjelang Pemilu ada aturan dari pemerintah yang membatasi orang untuk berkumpul, berkerumun maka Gua Maria dipindahkan ke sudut belakang Gereja (sekarang dimanfaatkan sebagai tempat Taman doa Pieta), Pemindahan ini diprakarsai oleh Frater Anton (saat ini telah menjadi Pastor) bersama Pastor Maman OSC. Gua Maria tetap digunakan sebagai pusat kegiatan terutama bagi remaja, mudika serta Legio Maria. Dan belum secara optimal digunakan sebagai tempat Devosi kepada Bunda Maria.
Pada awal tahun 2001 banyak jemaat Subang yang melakukan Devosi kepada Bunda Maria dengan mendatangi beberapa tempat Ziarah,
dari Lampung sampai hampir semua tempat Ziarah di Jawa dan Nusa Kambangan, bahkan beberapa pemuka jemaat pernah suatu kali mengadakan novena dengan berziarah ke 9 Gua Maria, secara maraton dalam satu kali ziarah . Ujud kegiatan lain berkaitan dengan Devosi kepada Bunda Maria yaitu setiap malam Jum’at Legi beberapa pemuka Jemaat Subang mengikuti Misa yang diadakan pada tiap malam Jum’at Legi Jam 12 malam di Gua Maria Lourdes Puh Sarang Kediri – JAWA TIMUR selama hampir satu tahun,

Disamping itu ada kalanya mengadakan doa rosario pada tiap malam Jum’at Kliwon di Gua Maria Sawer Rahmat Cigugur Kuningan – JAWA BARAT. Dari Devosi yang dijalani itu banyak doa permohonan yang terkabul.. Kegiatan demikian dilaksanakan hingga tahun 2004 dan ironisnya pada kesempatan yang sama beberapa peziarah dari luar kota Subang malahan datang ke Gua Maria yang ada di Paroki Subang untuk berdoa sebagai ujud devosi kepada Bunda Maria. Kesan dari para peziarah yang sudah beberapa kali datang ke Gua Maria Paroki Subang menyatakan bahwa umumnya doa-doa mereka terkabul. Melihat perkembangan yang ada membuat beberapa pemuka Jemaat Subang mulai berpikir untuk memanfaatkan Gua Maria yang ada sebagai tempat berdevosi kepada Bunda Maria, agar tidak perlu jauh-jauh sekaligus untuk menyemangati umat yang ada di Paroki Subang. Maka di Paroki Subang diadakan Doa Rosario tiap Malam Jum’at Kliwon pukul 00.00, sambil sarasehan memperbincangkan perkembangan Paroki Subang. Dari hasil sarasehan itu para pemuka Jemaat yang didukung oleh Pastor Agustinus Made ,OSC yang pada saat itu sebagai pastor Paroki Subang mempunyai prakarsa untuk membenahi tempat ziarah Gua Maria Subang dan devosi kepada Bunda Maria semakin digiatkan. Hal itu ditandai dengan diadakannya Doa Rosario di Gua Maria satu minggu satu kali setiap hari Rabu pada jam 7 malam, dengan satu intensi khusus agar di Subang bisa membangun sarana Ziarah Gua Maria dan Jalan Salib yang representatif. Demikian kuatnya pemuka jemaat untuk bisa mewujudkan tempat dimaksud, maka mereka kembali melakuan novena di 9 (sembilan) tempat ziarah yang dibimbing langsung oleh Pastur Agustinus Made. OSC. Sambil penjajagan model dari beberapa tempat ziarah yang dikunjugi untuk bisa diterapkan di Paroki Subang, dengan tanpa mengurangi kegiatan doa yang telah berjalan di Subang. Pada akhirnya beberapa pemuka jemaat mengadakan konsultasi kepada salah seorang arsitek di Bandung (Bpk. Ir. Subagio). Dari beliau disarankan agar letak Gua Maria berada pada titik pusat diorama kisah sengsara Tuhan Yesus (Jalan Salib). Maka dengan itu Gua Maria yang sudah ada saat itu mesti dipindahkan ke tempat yang sekarang ada. Sebagai langkah lanjut agar rencana pembangunan Gua Maria dan Jalan Salib bisa lebih terarah maka di bentuklah Kepanitiaan yang diketuai oleh Bapak Yohanes Senadjaja. Panitia mulai menggalang dana, pada awalnya dihimpun dari jemaat Subang sendiri, namun dirasa masih jauh dari target yang telah direncanakan, atas saran dari anggota Panitia untuk menggalang dana dari jemaat di luar Paroki dengan mengirimkan beberapa proposal ke beberapa relasi dari pemuka Jemaat yang ada di Subang dan dari DITJENBIMAS Katolik, Depatemen Agama.
Menandai awal pembangunan Gua Maria dan Jalan Salib dilakukan peletakan Batu Pertama pada hari Kamis, 15 September 2005 oleh Pastor Agustinus Made OSC.
Selama pembangunan berlangsung kegiatan Rosario/ Novena dan tirakat tiap Rabu malam dan Malam Jum’at Kliwon tetap dilanjutkan dengan intensi “ kelancaran Pembangunan & untuk mendapatkan nama yang tepat untuk tempat Ziarah di Subang. Khusus untuk kegiatan Malam Jum’at Kliwon selalu disertai tradisi “Ngaliwet” ( makan nasi liwet bersama ) sambil sarasehan atau “ngariung” , Pada tanggal 23 Maret 2006 Malam Jum’at Kliwon, dengan melewati debat panjang para pemuka Jema’at dan para jema’at akhir nya menyepakati nama tempat ziarah di Subang adalah” GUA MARIA BUNDA KRISTUS “TEBAR KAMULYAN” Latar belakang berkaitan dengan nama dimaksud adalah : pertama Patung Bunda Maria yang digunakan adalah Patung Bunda Kristus; Paroki Subang nama pelindungnya Kristus Sang Penabur, Sebagai seorang Penabur mempunyai tugas untuk ah menebar, dan yang ditebar adalah sesuatu yang bersifat agung atau mulia.
Kata “TEBAR” diartikan juga sebagai singkatan dari keTEnangan BARu dan “KAMULYAN” singkatan dari KArep MULus kalaYANan” yang artinya “Keinginan/ kehendak dengan tanpa aral melintang akan terpenuhi atau terkabul.”
“TEBAR KAMULYAN” bermakna menebarkan atau melimpahkan Keagungan.
Jadi kepada siapapun bisa berharap bahwa dengan berdoa di Gua Maria Bunda Kristus Tebar Kamulyan, akan mendapatkan Ketenangan atau Ketenteraman dan apa yang menjadi keinginannya atau permohonannya akan beroleh kemudahan dan dikabulkan.

Pada awal April 2006 Pembangunan Gua Maria dan Jalan Salib sudah selesai 90%, maka tepat pada hari Jum’at tgl. 7 April 2006 diadakan upacara Pemindahan Patung Bunda Maria dengan adat sunda. Melalui sebuah Prosesi Patung Bunda Maria dipindahkan dari Gua Maria lama ke Gua Maria yang sekarang digunakan. Pemindahan dilakukan dengan ditandu secara estafet oleh beberapa regu yang terdiri dari para pengurus dan pemuka jemaat Gereja Katolik Subang. Sepanjang dilangsungkannya Prosesi pemindahan patung sempat diwarnai hujan gerimis. Upacara ditutup dengan Misa Agung didepan Gua Maria yang dipimpin oleh Pastor Agustinus Made.OSC. Pada kesempatan itu secara resmi diumumkan nama Gua Maria Subang adalah “ GUA MARIA BUNDA KRISTUS TEBAR KAMULYAN” (Seluruh petugas termasuk Pastor Made pada saat itu mengenakan pakaian adat Sunda)

Mengawali penggunaan Gua Maria dan Jalan salib ditandai dengan dilaksanakannya Upacara Ibadat Jalan Salib mengenang Kisah Sengsara Tuhan Yesus ditempat ini bertepatan dengan Jum’at Agung tahun 2006.
Sejak saat itu Devosi kepada Bunda Maria di Paroki Subang semakin marak.
Tiap Kamis malam jam 19.00 ( 7 malam) diadakan Doa Rosario, khusus untuk hari Kamis malam Jum’at Kliwon jam 23.00 (11 malam) diadakam Misa Tirakatan yang biasanya usai Misa seluruh jemaat yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati nasi liwet (kebiasaan tradisi ngaliwet di Paroki Subang) .

Peziarah dari luar Subang sejak saat itu mulai berdatangan, terlebih setelah kebaradaan tempat ziarah di Subang ini dimuat di majalah Komunikasi terbitan Keuskupan Bandung. Informasi cepat sekali tersebar keluar baik di Jakarta, Jawa Tengah maupun Keuskupan Bandung sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, 1 minggu setelah peresmian Gedung Gereja Katolik Subang pada kesempatan dimana Bpk. Uskup Bandung, Mgr. Johannes Pujasumarta mengadakan kunjungan Pastoralnya ke Subang. Disela-sela diskusi dengan para pengurus Gereja dan Pemuka Jemaat Paroki Subang, Bapak Uskup menyarankan agar nama Gua Maria Subang diubah dengan nama yang lebih berkonotasi luwes tapi tanpa mengurangi makna sebagai suatu tempat Ziarah, maka namanya diusulkan untuk diubah menjadi “Taman Doa” sehingga menjadi “Taman Doa Bunda Kristus TEBAR KAMULYAN” , hingga sekarang. Dengan diberinya istilah Taman Doa maka tidak akan timbul kerancuan makna dikalangan masyarakat di sekitar Gereja maupun para pemangku kebijakan di Kabupaten Subang umumnya, kalau menggunakan istilah "Gua Maria" kadang dikonotasikan sebagai tempat wisata. Terlebih saat ini begitu banyak rombongan peziarah dari luar kota Subang yang berkunjung ketempat ini. Kota kecil seperti Subang, dengan banyaknya bus rombongan peziarah yang lalu lalang sudah barang tentu cukup menarik perhatian banyak pihak, termasuk masyarakat dan aparat setempat. Untuk itu pihak Gereja selalu berusaha menjalin komunikasi dengan aparat dan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan pemahaman yang bisa memicu konflik. Hal positif harus tetap kami upayakan dengan mengakomodasi para pedagang kecil yang mencoba untuk ikut mengadu peruntungan menyambung hidupnya dengan berjualan di area "Tebar Kamulyan", setidaknya kehadiran Taman Doa "Tebar Kamulyan" membawa manfaat juga bagi masyarakat sekitarnya. Dengan jalan itu pada gilirannya masyarakat sekitar akan ikut andil untuk selalu memelihara iklim yang kondusif dan harmonis.
Kini kami semakin kewalahan dalam melayani peziarah yang kian hari kian bertambah.

Semoga Gua Maria Bunda Kristus Tebar Kamulyan yang kini bukan milik umat Subang saja tapi milik kita bersama. Semoga "Tebar Kamulyan" selalu menebarkan Keagungan, memberikan ketenangan baru dan mengabulkan semua doa bagi peziarah yang datang.
"SELAMAT BERZIARAH.....!